JAKARTA - Potensi pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia Bagian Timur masih sangat besar. Apalagi pengembangan kelapa sawit bertujuan mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sehingga menimbulkan multi player effect.
Upaya pengentasan kemiskinan yang sudah dilakukan melalui sawit dengan cara Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), secara umum, target PSR 2020-2022 mencapai 540 ribu hektare, di 21 Provinsi yang melibatkan kurang lebih 43 ribu pekebun, khusus untuk Papua, target PSR mencapai 6 ribu hektare.
Manfaat PSR antara lain peningkatan produktivitas tanaman, peningkatan pendapatan pekebun dan pengelolaan sawit berkelanjutan.
Baca Juga: Menko Airlangga: Industri Kelapa Sawit Ciptakan 16 Juta Lapangan Kerja
“Target PSR 2020-2022 di pulau Papua sebesar 6 ribu hektare yang terdiri dari Papua Barat sebesar 3 ribu hektare dan Papua sebesar 3 ribu hektar,” ujar Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, Selasa (13/4/2021).
Seperti diketahui, luas tutupan kelapa sawit Indonesia sebesar 16,38 juta hektare, sementara itu luas tutupan kelapa sawit di bagian timur Indonesia (pulau Sulawesi, Maluku dan Papua) sebesar 553.952 hektar atau 3,38% dari total luas tutupan kelapa sawit nasional.Khusus untuk Papua, luas tutupan kelapa sawit sebesar 58.656 hektare dan Papua Barat sebesar 110.496 hektare.
Baca Juga: Jadi Raja Sawit, Indonesia Dihadang Kampanye Hitam
Dia mengatakan lokasi tutupan kelapa sawit di wilayah Papua Barat terdapat di beberapa Kabupaten yaitu Manokwari, Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Teluk Bintuni dan Fak Fak.
Lokasi tutupan kelapa sawit di wilayah Papua terdapat di beberapa Kabupaten yaitu Nabire, Jayapura, Keerom. Boven Digoel, Mappi dan Merauke. Pola persebaran tutupan kelapa sawit di wilayah ini juga bersifat bergerombol dan berkolaborasi.
Meski demikian, ada tantangan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Papua, yakni rendahnya produktivitas kebun sawit rakyat, infrastruktur dan fasilitas transportasi yang kurang memadai, konflik sosial dengan masyarakat adat dan kapasitas masyarakat yang masih terbatas.