JAKARTA - Pasangan suami dan istri Chris Halim dan Raena Lim menginvestasikan USD40.000 untuk usahanya di industri mode. Pasangan berusia 32 tahun ini berupaya memperbaiki usaha sewa pakaian melalui aplikasi Style Therory.
“Kami memang memasukkan sekitar USD40.000. Sejujurnya, kami tidak tahu apakah kami bodoh atau berani,” ujar pasangan yang memutuskan berhenti dari pekerjaan untuk memulai bisnis ini, dilansir dari CNBC, Sabtu (14/8/2021).
Lim dan Halim merupakah salah satu pendiri Style Theory, platform persewaan busana Singapura yang memungkinkan pelanggan meminjamkan barang tak terbatas dengan biaya bulanan tetap.
Baca Juga: 4 Hal Penting Bangun Branding agar Bisnis Laris Manis
Start-up yang didukung SoftBank ini memiliki lebih dari 200.000 pengguna terdaftar di Singapura dan Indonesia. Di mana layanan yang ditawarkan inventaris 50.000 pakaian dan lebih dari 2.000 tas.
Lim seorang mantan bankir Goldman Sachs, sedangkan suaminya adalah konsultan. Ide untuk bisnis ini mereka temukan pada 2016, demi menjawab sebuah problematika umum yaitu; merasa tidak punya pakaian untuk dipakai.
"Momen 'aha' itu tiba ketika Chris bertanya serius 'mengapa kamu punya begitu banyak baju dan kamu selalu mengeluh bahwa kamu tidak punya pakaian?'" ujar kepala operasional Lim.
"Bagi seorang berlatar belakang finance, terbiasa dengan logika dan matematika, itu mendadak terasa sangat ganjil. Itu benar-benar respon yang sangat tidak logis dalam hal fashion," katanya.
Menjadikannya Bergaya
Dalam awal karirnya Lim bekerja untuk perusahaan non-profit di Kenya. Lalu Lim ingin memulai sebuah proyek yang memungkinkannya melakukan kebaikan. Dan dengan bertambahnya kerusakan lingkungan akibat praktik fast fashion maka misinya semakin jelas.
Baca Juga: Rahasia Industri Furnitur Bangkit dari Pandemi Covid-19
Industri tekstil menjadi salah satu penghasil polusi terbesar di dunia, dengan emisi global setara dengan 1,2 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya. Ini lebih banyak daripada gabungan semua penerbangan dan pengiriman internasional.
Perilaku inefisiensi telah memicu lahirnya beragam platform penyewaan pakaian. Ini menyasar konsumen yang memiliki kesadaran. Mereka butuh solusi yang membuat mereka tidak lagi merasa bersalah dengan fast fashion.
Dimulai di AS tahun 2009 lalu, industri mode sirkular pun langsung berkembang dalam sepuluh tahun terakhir. Ini menginspirasi merek lainnya di berbagai negara. Namun, akses logistik di Asia Tenggara membuat pasar sulit ditaklukkan. Ini yang menyebabkan Lim dan Halim langsung melakukan uji coba pertama kalinya.
"Kami memulai dengan membuat daftar tunggu pelanggan. Jadi ini mengakali agar bajunya cukup bagi pelanggan," kata pimpinan eksekutif Halim. "Seiring pelanggan yang bertambah, membuktikan apa yang kami lakukan benar atau salah. Lalu kami terus kembangkan dari sana,".