MENURUT hukum ekonomi konvensional, bila permintaan turun maka harga akan turun. Diawal terjadi Covid terjadi kelebihan suplay sampai mengakibatkan harga Energi primer turun, walau Indonesia tidak pernah menikmati harga BBM murah saat harga minyak dunia sangat rendah, sampai ada momen harga negatif walau sesaat.
Kini ketika menggeliat kembali kebutuhan energi primer karena beberapa negara sudah mulai melakukan relaxing dalam menghadapi Covid, tidak lagi paranoid, sudah lebih realistis sehingga mengakibatkan industri sudah mulai melakukan kegiatan, namun masih dibawah permintaan sebelum Covid, sehingga tidak bisa dikaitkan secara mutlak penyebab krisis energi adalah mulai bangkitnya industri karena Covid sudah mulai tidak ditakuti.
Di sisi lain, begitu gegap gempitanya jargon Energy Transition seolah besok akan terjadi penggantian energi fosil dengan EBT, padahal secara dunia tidak kurang dari 70% masih dipasok dari energi fosil, sementara di Indonesia masih pada kisaran 85%.
Baca Juga: China Krisis, Indonesia Malah Stop Pembangunan Pembangkit Listrik Batu Bara
Bahwa EBT perlu dikembangkan dan diberi jalan yang lebar untuk mensubstitusi kelangkaan energi fosil dimasa datang sangatlah benar dan bijak, tetapi bukan besok, karena dengan berbagai faktor baik teknis, ekonomis, dan infrastruktur serta teknologi penerima energi, masih perlu jalan panjang untuk mampu mengganti energi fosil yg 70%, bahkan hanya bisa turun sampai 50% pun sudah merupakan prestasi yg luar biasa.
Namun jargon Energy Transition yg dikumandangkan oleh negara penghasil teknologi EBT seperti Eropa dan juga China, telah menyeret pada kondisi over confidence dikuranginya pasokan dari energi fosil terutama batubara dan minyak, sehingga pada saat ada Sedikit menggeliat kebutuhan energi akibat relaxing covid telah mengakibatkan kekurangan suplay yg mengkhawatirkan, sehingga terjadi Rush yg mengakibatkan harga minyak melambung sampai diatas USD 70 / Barrel dan lebih hebat lagi gas sampai diatas USD 50 / MMBTU padahal biasanya sekitar USD 10 / MMBTU dikarenakan terjadi rebutan pasokan di kawasan Eropa.
Baca Juga: Target Bauran EBT 23% di 2025 Bisa Tercapai, Caranya?
Apalagi kini menghadapi musim dingin dalam 3-5 bulan kedepan, sehingga bila tidak ada solusi, Eropa dan China akan menurunkan kegiatan industrinya demi memenuhi kebutuhan pemanas di rumah-rumah, sehingga produk industri akan naik harganya karena pembayaran untuk membeli energi juga naik.
Khusus untuk kasus Inggris, yg sudah mencanangkan EBT 100% pada tahun 2060, sehingga positifnya makin memicu