JAKARTA - MNC Group tengah mengembangkan platform terbaru yakni BuddyKu untuk mewadahi masyarakat dalam memberikan sebuah informasi.
COO BuddyKu Prabu Revolusi mengatakan saat ini paparan informasi dari sebuah konten di media sosial yang tidak memiliki gatekeeper membuat banyak konten hoax bertebaran di mana-mana.
Sebuah riset menunjukan bahwa masyarakat indonesia memiliki rata-rata waktu untuk untuk menjelajahi dunia internet sekitar 8 jam perhari, maka menjadi cukup bahwa dalam waktu yang selama itu jika terus mendapat paparan dis informasi atau hoax.
"BuddyKu hadir memberikan solusi, yaitu tempat di mana informasi itu datang dari publiK namun kami pastikan informasi yang muncul ke setiap paparan feed diterima itu adalah informasi yang berkualitas, dan informasi yang sesuai atau relevan dengan diri kita sendiri," ujarnya dalam MNC Tech Forum 2021, Jumat (5/11/2021) malam.
Baca Juga: Konten Viral Salam dari Binjai, Bukti RI Kurang Literasi Digital
COO BuddyKu menyadari bahwa setiap orang memiliki potensi untuk dapat memberikan informasi yang berkualitas untuk dibagikan kepada masyarakat, untuk itu kehadiran platform ini diharapkan dapat menampung wadah tersebut.
Sebagai pembeda dari media sosial, BuddyKu menyiapkan kurator untuk menyaring setiap informasi yang masuk sebelum diterbitkan dan menjadi konsumsi publik.
Prabu menyadari bahwa untuk setiap konten yang memiliki kualitas diperlukan sebuah reward atau effort yang diberikan kepada para pengguna untuk memproduksi konten yang sehat. Oleh sebab itu BuddyKu akan memberikan value yang dilihat dari interaksi yang dilakuakn masyarakat untuk sebuah konten yang terbit.
"Jadi kami juga membangun ke ekonomian informasi digital, artinya ketika rekan-rekan punya informasi dan informasi itu bagus, disitu kita akan memberika value atau memberikan reward atas konten informasi yang diciptakan," sambungnya.
Berbeda dari platform media sosial lainnya yang memiliki syarat pengikut atau subcriber untuk bisa mendapatkan keuntungan secara finansial, pada platform BuddyKu aspek financial dinilai berdasarkan kualitas konten yang diterbitkan.
Baca Juga: MNC Tech Forum, Kominfo: Industri Harus Bisa Beradaptasi
"Dengan membuat konten lalu konten itu di suakai atau di konsumsi oleh publik, maka setiap interaksinya akan dikonversi menjadi rupiah," kata COO BuddyKu.
COO BuddyKu itu memberikan contoh ketika seseorang mengupload sebuah foto selfie pada platform BuddyKu, maka belum memiliki nilai informasi kepada masyarakat.
"Tapi kalau selfie ditambahkan artikel berisi tips 5 selfie yang baik, nah itu baru bisa naik, jadi konten yang naik itu kita pastikan memiliki nilai informas, karena memang kita konsern pada begitu banyak informasi yang salah dan banyaknya hoax di ruang internet," sambungnya
Prabu menambahkan untuk bisa tergabung dalam sebuah ekosistem citizen journalism melalui platform BuddyKu ini caranya cukup mudah, masyarakat cukup mendaftar dan kemudian bisa digunakan.
"Nah disini tidak ada syarat seperti Youtube yang harus memiliki 1000 subcriber dulu misalnya, karena kita percaya bahwa semua orang memiliki kesempatan untuk bisa memproduksi informasi yang berkualitas," pungkas Prabu.
Kemudian menurut CTO MNC Group Yudi Hamka setidaknya ada beberapa hal unik dari sisi pengembangan teknologi pada platform BuddyKu yang berbeda. Pertama adalah penggunaan AI (Artificial Intelegence), hal ini digunakan untuk memberikan recommendation engine yang relevan sesuai dengan performa penggunanya.
"Dengan menggunakan AI kita bisa memahami performa dari masing-masing user itu seperti apa dan mesing learning akan mempelajadi behavior kita, sehingga konten yang sesuai dengan keinginan kita lah yang ditampilkan," ujar Yudi Hamka.
Kedua adalah bagaiamana BuddyKu mendukung wise journalism menggunakan teknologi. Untuk mewujudkan hal ini menurut Yudi Hamkan kurasi konten memegang pernanan yang sangat penting.
BuddyKu juga akan menggunakan UGC (Used Genarate Content) tetapi dibelakangnya juga digunakan AI dan mesin learning unutk mendukung BuddyKu untuk melakukan kurasi otomatis menggunakan logic-logic yang nantinya disesuaikan dengan norma-norma loka.
"Misal seperti kecelakaan kemarin, kalau ada foto-foto horor seperti itu kita retake, bahwa ini sesuatu yang mungkin tidak sopan ditampilkan ke publik, dan ini bukan orang lagi kedepannya yang akan mendeteksi tetapi mesin lewat AI," sambungnya.
(Taufik Fajar)