JAKARTA - Staf Khusus Menaker RI Dita Indah Sari menjelaskan pernyataan Menaker Ida Fauziyah terkait upah minimum yang terlalu tinggi di Indonesia. Hal ini dilihat berdasarkan komparasi atau pembanding dari nilai produktivitas tenaga kerja.
"Jadi begini, ketika Ibu (Menaker) mengatakan upah minimum yang ada ketinggian, itu bukan menganggap bahwa pekerja itu sah pekerja mendapatkan upah lebih rendah. Ketinggian itu, komparasinya kalau dilihat dari nilai produktivitas, produktivitas kan kemampuan kita bekerja efektif dan efisien," kata Dita, dikutip dari akun Instagram Kementerian Ketenagakerjaan, di Jakarta, Sabtu (20/11/2021).
Baca Juga: Soal UMP, Buruh: Kalau Hitung-hitungan Kita Adu Otot!
Dita menyebut nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih cenderung rendah dibandingkan dengan upahnya. Di mana nilai efektivitas tenaga kerja di Indonesia berada diurutan ke-13 di Asia.
"Baik jam kerjanya, maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Komparasinya ketinggian itu dengan itu, bukan berarti semua orang layak dikasih gaji kecil," ujarnya.
Baca Juga: Buruh: Upah Kita Terendah Dibandingkan Vietnam
Dari sisi jam kerja, kata dia, jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara, jumlah hari libur bagi pekerja di Indonesia masih terlalu banyak.
Sehingga output atau hasil kerja yang dilakukan tenaga kerja pun menjadi minim akibatnya nilai produktivitas ikut rendah.
"Komparasinya itu di situ, karena nilai jam kerja jadi lebih sedikit, makanya upah itu ketinggian nggak sesuai dengan produktivitas jam kerja dan efektivitas tenaga kerja,"pungkasnya.