JAKARTA - Rhonda Kampert merupakah salah satu orang yang mengadopsi bitcoin. Dia membeli enam bitcoin pada 2013, saat itu harganya sekitar USD80 atau Rp1,1 juta dalam kurs sekarang. Bitcoin ketika itu pun sudah menjadi perbincangan di internet.
"Saya dulu mendengarkan acara bincang-bincang radio. Mereka berbicara tentang kripto dan bitcoin, jadi saya tertarik . Saat itu membeli bitcoin sangat rumit, tapi saya mencoba mempelajari prosesnya dan akhirnya membeli koin saya," ujarnya, dikutip dari BBC Indonesia, Kamis (10/2/2022).
Rhonda tinggal di negara bagian Illinois, Amerika Serikat. Setelah membeli bitcoin pada 2013, dia menghabiskan sebagian uang digitalnya itu selama satu tahun. Tapi kemudian dirinya melupakan investasinya tersebut.
Baca Juga: Kekayaan 10 Miliarder Lenyap Rp384 Triliun Gegara Kripto Anjlok
Namun, ketika melihat berita pada akhir 2017 yang mengumumkan bahwa nilai bitcoin telah meningkat menjadi USD13.000 (Rp186 juta), Rhonda dengan bersemangat pergi ke komputernya.
Namun Rhonda menghadapi masalah. Dia kehilangan beberapa detail untuk masuk ke akun dompet bitcoinnya. Program komputer itu menyimpan serangkaian kunci rahasia yang dibuat pemilik.
"Saya lalu menyadari bahwa dokumen yang saya cetak tidak memuat beberapa digit di ujung pengidentifikasi akun dompet saya," kata Rhonda.
Baca Juga: Peringatan! Lembaga Jasa Keuangan Dilarang Memasarkan dan Fasilitasi Kripto
"Saya memiliki secarik kertas berisi kata sandi, tapi tidak tahu apa identitas akun saya. Itu mengerikan. Saya mencoba segalanya selama berbulan-bulan tapi tidak ada harapan. Jadi saya agak menyerah," sambungnnya.
Pemburu harta karun
Pada kuartal keempat tahun lalu, nilai bitcoin melonjak di atas USD50.000 (sekitar Rp718 juta). Nominal ini lebih dari 600 kali lipat dari yang dibayarkan Rhonda delapan tahun sebelumnya.
Dipenuhi dengan tekad baru untuk menemukan koinnya, Rhonda membuka internet dan menemukan Chris dan Charlie Brooks. Keduanya adalah ayah dan anak pemburu harta karun kripto.
Charlie dan Chris Brooks memulihkan dompet bitcoin senilai tujuh digit dolar AS dalam satu tahun terakhir.
"Setelah berbicara dengan orang-orang secara online untuk sementara waktu, saya cukup memercayai mereka dan menyerahkan semua detail yang dapat saya ingat. Lalu saya menunggu," kata Rhonda.
"Akhirnya kami berbincang lewat panggilan video dan menyaksikan semuanya terjadi. Chris membuka akun dompet itu dan dia. Saya merasa sangat lega," ucapnya.
Dompet Rhonda yang terdiri dari tiga setengah Bitcoin pada saat itu bernilai USD175.000 (sekitar Rp2,5 miliar).
"Saya memberi Chris dan Charlie 20% dari angka itu. Lalu hal pertama yang saya lakukan adalah mengeluarkan koin saya senilai USD10.000 (Rp143 juta) untuk membantu putri saya, Megan, melunasi biaya kuliah," tuturnya.
Rhonda berkata, dia menyimpan sisa bitcoinnya yang terkunci di dompet berupa perangkat keras komputer, yaitu perangkat keamanan seperti USB yang menyimpan detail informasinya secara offline.
Data untuk masuk ke akun dompet perangkat keras barunya kemudian terukir kuat dalam ingatannya.
Rhonda berharap nilai koin bitcoin, yang saat ini bernilai masing-masing USD43.000 (Rp617 juta) akan terus melambung. Dia menggambarkannya sebagai dana pensiun ketika ingin berhenti dari pekerjaannya sebagai penjual saham dan mata uang kripto harian.
Ada banyak orang seperti Rhonda di luar sana yang membutuhkan bantuan. Sebuah perkiraan dari peneliti kripto Chainanalysis menunjukkan, dari 18,9 juta bitcoin yang beredar, sebanyak 3,7 juta telah hilang dari tangan pemiliknya.
Dalam dunia mata uang kripto yang terdesentralisasi, tidak ada yang bertanggung jawab. Jadi jika Anda lupa informasi kunci untuk masuk ke dompet digital, tidak banyak orang yang bisa membantu.
Chris dan Charlie memperkirakan, jasa seperti yang mereka berikan, yang menggunakan komputer untuk mencoba ratusan ribu kemungkinan kombinasi identitas dan kata sandi, dapat memulihkan 2,5% dari bitcoin yang hilang. Persentase itu setara USD3,9 miliar (Rp56 triliun).
Chris memulai bisnisnya, Crypto Asset Recovery, pada tahun 2017. Dia sempat berhenti dan fokus pada proyek lain. Percakapan dengan putranya, Charlie, sekitar setahun yang lalu, yang menyebabkan Chris kembali ke bisnis pemulihan aset kripto.
"Saya sedang istirahat dari kuliah dan saya melakukan beberapa perjalanan tapi hanya bekerja di rumah untuk ide bisnis dengan ayah saya," kata Charlie, yang sekarang berumur 20. Kami datang dengan ide untuk memulai kembali bisnis ini selama beberapa minggu ke depan. Kami membawa server di rumah dan menjalankan semuanya kembali," ujarnya.
Bekerja dari bengkel di rumah keluarga di tepi pantai New Hampshire, AS, ayah dan anak itu menerima lebih dari 100 email dan panggilan dalam satu hari dari calon klien. Itu terjadi saat harga bitcoin memuncak pada November 2021.
Minat Chris dan Charlie Brooks memberikan jasa membuka dompet digital pasang surut seiring dengan nilai Bitcoin. Sekarang setelah harga uang digital itu mulai menurun, mereka bekerja melalui tumpukan kasus.
Bisnisnya berjalan sangat baik sehingga Charlie tidak berniat menyelesaikan gelar ilmu komputernya. Namun, ayah dan anak itu bercanda bahwa mereka terus-menerus menghabiskan waktu dalam kekecewaan.
Tingkat keberhasilan mereka hanya sekitar 30%. Itu didasarkan pada ingatan samar atau berbagai dokumen klien mereka, yang memberi petunjuk tentang data masuk ke dompet digital.
Meski begitu, mereka sering kecewa dengan apa yang mereka temukan.
"Seringkali kita tidak bisa benar-benar mengetahui apa yang ada di dalam dompet digital itu sehingga kita harus mempercayai klien bahwa ada jumlah yang sepadan dengan pekerjaan yang kita lakukan," kata Charlie.
"Kami memiliki kasus selama musim panas lalu. Orang itu bilang bahwa dia memiliki 12 bitcoin. Kami jelas sangat profesional dengannya, tapi di balik layar komputer kami seperti melompat-lompat satu sama lain, semua bersemangat tentang potensi gajian. Kami menghabiskan mungkin 60 jam di depan komputer, ditambah sekitar 10 jam berbincang dengan klien untuk mengumpulkan semua petunjuk yang bisa dia berikan kepada kami," ujarnya.
"Kemudian pada panggilan video kami membukanya, dan dompet itu ternyata kosong," kata Charlie.
Mereka berkata, hanya satu klien yang pernah meremehkan apa yang ada di dalam dompetnya. Ternyata itu adalah tangkapan terbesar mereka, sebesar US$280.000 bitcoin (Rp4 miliar).
Pada 2021, mereka memulihkan bitcoin dengan nilai total nilai mencapai tujuh digit dalam kurs dolar AS.
(Feby Novalius)