Dwiyana menjelaskan, meskipun proyek KCJB ini melibatkan APBN melalui PMN, skema bisnis KCJB tidak berubah dari B2B jadi B2G. Dwiyana mengatakan kalau PMN yang disuntikan untuk KCJB adalah berupa suntikan modal untuk PT KAI sebagai BUMN Sponsor KCJB.
“Skema proyek tidak berubah. PMN digunakan lebih untuk kebutuhan setoran modal PT KAI ke PSBI, PSBI ke KCIC, jadi skema projectnya masih B2B tidak B2G,” tegas Dwiyana.
Menjawab pertanyaan mengenai cost overrun, Dwiyana menyebut total cost overrun yang terjadi pada project KCJB masih dalam tahap review oleh BPKP. Meski begitu saat ini pihaknya masih terus berupaya melakukan efisiensi.
“Berapa total cost overrun tersebut belum dapat Kami sampaikan karena sampai saat ini masih dalam tahap review oleh BPKP. Kami masih terus berproses menemukan biaya yang akan diefisiensikan,” jawabnya.
Hasil dari review BPKP kemudian akan disetorkan kepada Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menko Marvest dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN. Hasilnya nanti akan menjadi hitungan final dari cost overrun tersebut.
Untuk menutupi cost overrun, Dwiyana mengaku bahwa hingga saat ini pembiayaan cost overrun diambil dari ekuiti seperti yang tertera pada kesepakatan kedua pihak. Meski begitu, Dwiyana mengatakan pihaknya terus melakukan simulasi terkait pendanaan untuk diusulkan kepada shareholder.
(Feby Novalius)