JAKARTA - Keadaan perajin kedelai sedang memprihatinkan. Pasalnya, harga impor terus melonjak sehingga mengakibatkan biaya produksi ikutan naik.
Pakar agribisnis dari IPB University Bayu Krisnamurthi menjelaskan, Indonesia masih bergantungan pada impor kedelai lantaran produksi di dalam negeri masih kurang.
Adapun kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 3,0 - 3,2 juta ton. Sementara produksi dalam negeri sebanyak 500-600 ribu ton.
"Artinya, terjadi defisit 2,4 - 2,6 juta ton," kata Bayu kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (22/2/2022).
Dia menerangkan, jika Indonesia ingin tidak bergantung pada impor, maka setidaknya pemerintah menyiapkan lahan kurang lebih 1 juta hektare untuk ditanami kacang kedelai.
Di mana bisa mencapai kebutuhan kedelai 2 ton per hektare.
"Produktivitas kedelai kira-kita 2 ton per hektare. Jadi untuk memproduksi 2 juta ton kedelai untuk mengganti impor, perlu disediakan 1 juta hektare lahan," jelasnya.
"Atau kalau mau diusahakan panen 2 kali setahun, setidaknya harus ada tambahan lahan dengan kualitas baik seluas 500 ribu hektar," tambahnya.
BACA JUGA:Keluh Kesah Pengusaha: Mogok Produksi Belum Tentu Harga Kedelai Turun
Bayu mengungkapkan, kualitas kedelai di dalam negeri sebenarnya sudah bagus dan segar-segar.
Meski demikian, disebutnya, kedelai dalam negeri tidak seragam baik dalam besaran butiran, ukuran, dan warnanya.
"Jadi, kedelai dalam negeri biasanya dipakai untuk tahu, oncom, kecap dan produk lain yang pengolahannya dengan cara biji kedelai dihancurkan, di 'crushing'. Sedangkan untuk tempe, keripik dan sejenisnya menggunakan kedelai impor yang seragam dan penampilannya bagus," paparnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)