JAKARTA - Negara dinilai kalah dari pengusaha sawit mengenai masalah minyak goreng. Padahal pengusaha ini difasilitasi negara.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Misbakhun mengatakan, para pengusaha sawit itu juga sudah banyak sekali difasilitasi oleh negara untuk mengembangkan bisnisnya.
Mulai dari lahan milik negara yang diberikan kepada pengusaha untuk ditanaminya sawit, suntikan modal melalui bank BUMN yang juga ada penyertaan modal negara di dalamnya, hingga regulasi-regulasi yang diberikan kepada pengusaha.
"Pengusaha ini modalnya apa sih, konsensi milik negara, risiko ditanggung negara, dapat kredit dari BUMN, semuanya difasilitasi negara kok," kata Misbakhun dalam diskusi publik secara virtual, Kamis (7/4/2022).
Baca Juga: Harga Minyak Goreng Mahal, Ekonom Sebut Pemerintah Bikin Ulah Sendiri
Menurutnya, dengan fasilitas yang berikan tersebut seharusnya menjadi pemerintah lebih mudah untuk mengontrol perusahaan sawit dalam hal ini untuk menstabilkan ketersediaan maupun harga minyak goreng.
"Kenapa kemudian negara jadi tergagap-gagap ketika menghadapi mereka, kok negara malah kalah," sambungnya.
Menurutnya, jika negara terus bersikap seperti ini maka sampai kapan pun negara akan selalu tunduk dengan orang yang memiliki modal besar. "Sekarang kalau kekuatan negara tidak bisa, kita akan tunduk terus, sampai kapan pun," ujarnya.
Dia menjelaskan, pemerintah memiliki kekuasaan yang lengkap mulai dari sektor hulu maupun hilir. Sebetulnya bukan hak yang mudah untuk mengatur para pengusaha tersebut.
"Sekarang apakah negara mau diatur oleh orang lain, atau mengatur dirinya seusai keinginan negara?," katanya.
Kebijakan pemerintah untuk menangani masalah minyak goreng selalu kalah ditengah jalan. Memberikan harga murah stok barang menghilang, namun ketika harga dilepas pasar stok barang banyak.
Padahal dari sisi produksi CPO sendiri tidak terjadi kendala apapun yang mempengaruhi produktivitas dari buah kelapa sawit itu sendiri. Jika seharusnya dari sisi produksi tidak menemukan masalah, artinya ada yang salah dari sisi distribusi atau konsumsi.
(Dani Jumadil Akhir)