Sementara itu dari sisi eksternal, surplus neraca perdagangan pada Februari 2022 meningkat mencapai 3,83 miliar dolar AS didukung oleh surplus neraca perdagangan non migas terutama dengan meningkatnya harga-harga komoditas global seperti batu bara, besi, baja serta CPO.
Di sisi lain, dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global dan aliran modal asing ke pasar keuangan domestik yang mengalami tekanan maka investasi portofolio mengalami net outflow 1,3 miliar dolar AS sampai 31 Maret 2022.
Meski demikian, tekanan net outflow ini bila dibandingkan dengan emerging market lain yang juga mengalami net outflow masih relatif lebih rendah atau lebih baik.
Untuk cadangan devisa Indonesia pada posisi Maret 2022 pun tetap di tingkat yang tinggi yaitu mencapai 139,1 miliar dolar AS yang setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah.
Standar ini berada di atas standar kecukupan internasional yang biasanya dihitung pada sekitar tiga bulan kebutuhan impor.
“Jadi lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional,” ujar Sri Mulyani.
Selanjutnya, nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global meski pada triwulan I-2022 mengalami sedikit depresiasi sebesar 0,33 persen secara rata-rata dibandingkan posisi akhir 2021.
Depresiasi rupiah tersebut lebih rendah dibandingkan mata uang sejumlah negara berkembang lainnya seperti ringgit Malaysia 1,15 persen (ytd), rupee India 1,73 persen (ytd) dan baht Thailand 3,15 persen (ytd).
Terakhir, inflasi Indonesia hingga Maret 2022 juga tetap terkendali pada tingkat 2,64 persen (yoy) didukung oleh masih cukup terkendalinya sisi penawaran dalam merespon kenaikan permintaan.
“Dan juga tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta berbagai respon kebijakan pemerintah terutama dalam menjaga barang-barang yang diatur pemerintah atau administered price,” jelasnya.
(Taufik Fajar)