Diwawancarai secara terpisah melalui telepon, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Muhammad Faisal PhD. mengatakan langkah yang dilakukan Indonesia sudah tepat karena sesuai dengan posisi sebagai Presiden G20 dan sekaligus mengikuti kebijakan luar negeri yang bebas aktif.
“Jadi Indonesia sudah semestinya memperlakukan setiap anggota sama. Jika ada isu-isu yang menjadi masalah dan menimbulkan ketegangan diantara negara-negara anggota, maka sedianya diselesaikan di dalam forum, melalui dialog. Karena walk out misalnya tidak akan menyelesaikan masalah.”
Lebih jauh Muhammad Faisal menjelaskan bahwa Rusia memang bukan termasuk 13 mitra utama perdagangan Indonesia, sehingga ketergantungan ekonomi Indonesia pada Rusia relatif lebih kecil dibanding pada Amerika dan lainnya. Tetapi Rusia tetap merupakan mitra yang strategis, yang memiliki hubungan sejarah sangat panjang sejak sebelum kebangkitan nasional Indonesia tahun 1908.
“Dan yang kita perlu perhatikan bukan hanya pengaruh ekonominya, tetapi dari sisi kesetaraan, dari sisi upaya mencari jalan tengah. Jadi memang yang paling baik adalah semua anggota datang, karena jika salah satu walk out atau tidak hadir malah akan memperpanjang persoalan dan menyulitkan posisi Indonesia sebagai tuan rumah,” paparnya.
Dampak Perang Rusia Jadi Agenda
Salah satu agenda penting yang diusulkan dibahas dalam KTT G20 nanti adalah dampak ekonomi akibat perang Rusia di Ukraina. “Perang di Ukraina menimbulkan dampak ekonomi yang besar, yaitu melonjaknya harga pangan, harga energi, material, pupuk dan ini semua menimbulkan risiko lebih besar terhadap perekonomian dunia. Ini akan dibahas. Masalah perang dibahas dari sisi aspek konsekuensi dan dampak ekonomi yang sangat buruk, yang menimbulkan risiko sangat besar,” ujar Sri Mulyani.
Pengamat politik internasional di Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Nanto Sriyanto ketika diwawancarai VOA pekan lalu mengatakan memang sedianya para pemimpin negara G20 membahas dampak luas akibat perang Rusia di Ukraina, terlebih karena dunia masih belum benar-benar pulih dari dampak pandemi virus corona. Sementara soal perang itu sendiri dapat dibahas di forum Dewan Keamanan PBB.
“Memang kita harus akui ada ketidakseimbangan kekuatan di mana satu negara dapat mendorong agenda yang sebenarnya tidak terlalu relevan pada satu topik. Dalam konteks ini, Indonesia harus menjadi dirigen yang baik,” ujar Nanto.
Kelompok G20 adalah forum kerjas ama multilateral yang terdiri dari 19 negara ditambah Uni Eropa. Forum ini merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi dunia, 75 persen perdagangan global dan 80 persen PDB dunia. Forum ini beranggotakan Amerika, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Prancis, China, Turki, dan Uni Eropa.
(Taufik Fajar)