JAKARTA - PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) resmi mencatatkan sahamnya hari ini di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam aksi korporasi berupa initial public offering (IPO) ini, ARKO berhasil meraup dana segar dari pasar modal sebanyak Rp182,67 miliar melalui penerbitan 608.895.000 saham baru di bursa.
Direktur Utama ARKO, Aldo Artoko mengatakan, perseroan telah menetapkan harga IPO pada Rp300 per saham dari kisaran awal antara Rp286 per saham hingga Rp310 per saham. Jumlah saham perseroan yang ditawarkan itu mewakili 20,79% dari modal ditempatkan dan disetor ARKO setelah IPO saham.
BACA JUGA:Melantai di Bursa, Berikut Profil Arkora Hydro
“Kami akan menggunakan dana hasil IPO ini untuk dua keperluan. Pertama, sebesar 63% untuk tambahan investasi pada anak perusahaan yang akan dimaksimalkan guna pengembangan proyek-proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) kedepannya, yaitu 54% di PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), 29% di PT Arkora Energi Baru, dan 17% di PT Arkora Tenaga Matahari,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (8/7/2022).
Aldo melanjutkan, yang kedua atau sisanya sekitar 37% akan kami gunakan untuk pelunasan kewajiban jangka pendek. Sedangkan dana yang diperoleh dari kelebihan pemesanan penjatahan terpusat, akan digunakan oleh Perseroan untuk modal kerja antara lain rencana pengembangan usaha pembangkit listrik tenaga air, seperti: biaya survey pencarian lokasi potensial baru, feasibility study atau studi kelayakan, studi kelistrikan, dan studi-studi lainnya yang berhubungan dengan pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga air.
Investor sangat antusias menyambut saham ARKO. Hal itu terlihat dari tingginya minat selama masa penawaran, sehingga mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed sebanyak 10,89 kali.
Tingginya antusiasme investor tersebut membuat ARKO melakukan penambahan penerbitan saham baru yang berasal dari portepel sebanyak 28.995.000 saham. Sehingga saham yang diterbitkan menjadi 608.895.000 saham, dari rencana semula 579.900.000 saham.
Aldo meyakini, bisnis EBT memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia, bahkan dalam teknologi yang sudah matang seperti hidro, surya dan angin. Kehadiran hydro sudah kompetitif dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Pemanfaatan potensi EBT masih jauh di bawah 10%.
Aldo mengemukakan, bermodalkan pengalaman di bidang EBT, ARKO berencana mencari peluang akusisi. “Kami juga aktif mencari proyek hidro berpotensi besar di atas 25 MW,” katanya.
ARKO telah menyelesaikan pembangunan proyek mini hidro Cikopo-2 dengan total biaya USD1,65 juta/MW.
"Cikopo-2 merupakan pembangkit listrik berkapasitas 7,4 MW yang dimiliki dan dioperasikan oleh ARKO,” ungkap Aldo.
Tak hanya itu, ARKO juga mengerjakan proyek Tomasa. Pengerjaan proyek Tomasa menelan biaya investasi USD1,75 juta/MW. Biaya investasi tersebut di bawah rata-rata industri sebesar US$2,2 - 2,5 juta/MW.
Proyek Tomasa merupakan pembangkit listrik berkapasitas 10 (2x5) MW. “Proyek ini milik ARKO melalui anak usahanya, yaitu PT Akora Sulawesi Selatan. Tomasa proyek memasuki tahapan commercial operations date (COD) pada bulan Maret 2020 lalu,” katanya.
Sementara proyek Yaentu di Poso (Sulawesi Tengah) sedang dalam konstruksi.
Proyek Yaentu dengan kapasitas 10 (2x5) MW ini dikembangkan oleh PT Arkora Hydro Sulawesi, anak perusahaan tidak langsung milik ARKO.
“Proyek ini sedang dalam pengerjaan. Hingga Maret 2022, proses pengerjaan proyek telah mencapai 50%. Proyek ini ditargetkan memasuki tahapan COD pada triwulan I 2023," ujarnya.
ARKO juga sedang melakukan persiapan tahap konstruksi Proyek Kukusan-2 di Lampung, Sumatera dengan kapasitas 5,4 MW.
Proyek PLTA ini ditargetkan beroperasi pada triwulan IV 2024. ARKO terus berkomitmen untuk meningkatkan bauran energi terbarukan melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga air dalam turut serta berpartisipasi membangun Indonesia.
(Zuhirna Wulan Dilla)