JAKARTA - Sri Lanka menjadi negara bangkrut karena tak sanggup membayar utang negara yang sudah jatuh tempo hingga lebih dari Rp700 triliun. Masyarakat di Sri Lanka pun dalam kondisi darurat karena kekurangan bensin hingga makanan.
Lantas apa yang membuat Sri Lanka seperti sekarang>
Para Ekonom menilai krisis berawal dari faktor domestik, seperti salah urus (mismanagement) selama bertahun-tahun dan korupsi.
Sebagian besar kemarahan publik dipusatkan pada Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, mantan perdana menteri Mahinda Rajapaksa.
Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri Mei lalu setelah demonstrasi anti-pemerintah selama berminggu-minggu yang akhirnya bergulir menjadi aksi kekerasan.
Kemudian, melonjaknya utang luar negeri untuk proyek infrastruktur besar membuat pemerintah berupaya meningkatkan pendapatannya. Salah satunya dengan mendorong pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka.
Lalu pada April 2021, Rajapaksa secara tiba-tiba melarang impor pupuk kimia. Dorongan untuk pertanian organik mengejutkan para petani dan menghancurkan tanaman padi, yang menjadi tanaman pokok di Sri Langka. Harga-harga kebutuhan pun mulai melonjak. Untuk menghemat devisa, impor barang lain yang dianggap sebagai barang mewah juga dilarang.
Perang Rusia di Ukraina sejak Februari 2022 mendorong harga pangan dan BBM lebih tinggi lagi.
Kementerian Keuangan Sri Lanka mengatakan negara itu hanya memiliki cadangan devisa yang dapat digunakan sebesar 25 juta dolar.
Hal ini membuat negara itu tidak memiliki kemampuan untuk membayar impor, apalagi membayar miliaran utang.
(Feby Novalius)