Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menyatakan status timah sebagai mineral kritis, dari sebelumnya mineral strategis. Tujuannya untuk memberikan perhatian lebih terhadap mineral timah.
"Liberalisasi tata kelola timah ini telah timbulkan dampak seperti saat ini, satu sisi bagus, perusahaan swasta meningkat, pembukaan kerja juga meningkat. Namun, sebagaimana dalam bisnis yang berjalan selalu ada dampak negatifnya," ujarnya.
Ridwan membeberkan adanya kerugian yang harus ditanggung perusahaan pengelola tambang timah. Ini diperparah dengan maraknya tambang ilegal.
"Pemerintah berusaha keras menegakkan pengusahaan timah ini melalui cegah bocornya bisnis timah ilegal. karena isu ilegal ini merugikan negara secara penerimaan negara. bisnis ini merugikan badan usaha resmi," ujarnya.
"Mengutip pernyataan PT Timah, setiap tahun rugi Rp2,5 triliun akibat kegiatan ilegal," katanya.
Dampak dari tambang ilegal disinyalir membuat sekitar 123 ribu hektar lahan tambang menjadi kritis. Jika tak segera ditangani, hal ini bakal menjadi lebih parah ke depannya.
"Ini ada biaya yang harus dikeluarkan, dan inilah yang harus menjadi titik berat perhatian kita. Di mapping itu saya mengamini bahwa timah belum tergantikan keberadaannya dengan mineral atau logam manapun," ujar Ridwan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)