JAKARTA – Penyaluran kredit yang rendah menjadi penghambat bangkitnya industri udang. Padahal pemerintah menargetkan produksi dua juta ton udang dan peningkatan ekspor udang sebesar 250% pada 2024.
"Kepada kalangan perbankan, saya mohon, institusi penegak hukum, para akademisi, pemerintah daerah agar dapat mendukung kebangkitan industri udang nasional ini dengan peran yang proaktif, pemberian skema kredit yang mudah, pemenuhan kepatuhan hukum yang tepat, sehingga kegiatan usaha dapat secara produktif dijalankan, serta terbangun iklim usaha yang kondusif untuk investasi udang nasional," kata Luhut dilansir dari Antara, Rabu (26/10/2022).
Sementara itu, Plt Deputi Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Mochammad Firman Hidayat mengungkapkan kredit yang rendah menjadi salah satu tantangan mencapai
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), realisasi kredit usaha rakyat (KUR) sektor perikanan pada 2021 hanya Rp8,05 triliun dengan 231.329 debitur. Jumlah itu jauh lebih rendah dari realisasi KUR pertanian yang mencapai Rp69,2 triliun dengan 2,12 juta debitur.
"Padahal kita punya potensi maritim laut yang sangat besar, tidak kalah dengan pertanian, tapi jumlah financing yang diberikan kepada perikanan sangat kecil. Tanpa ada financing, mencapai target susah dilakukan," katanya.
Menurut Firman, rendahnya kredit perikanan kemungkinan disebabkan karena perikanan dinilai memiliki risiko tinggi. Namun, ia meyakini, dengan potensinya yang menggiurkan ke depan, pendanaan perikanan akan bisa tumbuh.
"Melihat potensinya ke depan, juga karena isu ocean (laut) sendiri juga semakin berkembang dan ini jadi topik di global, saya kira perbankan juga sudah mulai lebih terbuka untuk bisa membantu berikan dorongan dari sisi pembiayaan ke sektor perikanan," imbuhnya.
Firman mengemukakan hingga 2021, realisasi ekspor udang baru mencapai USD2,2 miliar. Targetnya, pada 2024 mendatang ekspor udang bisa mencapai USD4,3 miliar.
"Jadi kita harus double ekspor dalam waktu kurang dari dua tahun, dari USD2,2 miliar ke USD4,3 miliar. Produksi juga targetnya dua juta ton, sementara 2021 baru kurang dari satu juta ton, hanya 881 ribu ton. Artinya, dalam kurun waktu dua tahun harus bisa meningkatkan produksi dua kali lipat juga," ungkapnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)