JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan harga pangan dan energi membuat inflasi semakin melonjak.
Dia mengatakan kalau inflasi di negara-negara maju masih relatif dalam situasi yang tinggi.
"Sehingga, kita melihat respon kebijakan moneter dengan suku bunga yang sangat ekstrim cepat itu dilakukan oleh negara-negara maju. Kita lihat seperti di Amerika Serikat (AS) sekarang policy rate-nya sudah mencapai 4,5% dan level kenaikannya 75 basis poin (bps) hingga terakhir 50 bps," ujar Sri dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi Desember 2022 secara virtual di Jakarta, Selasa (20/12/2022).
BACA JUGA:Sri Mulyani Minta Pemda Percepat Eksekusi APBN 2023
Dia mengatakan bahwa kenaikan ini menyebabkan level tercepat tertinggi di dalam sejarah kenaikan suku bunga di AS.
Pengaruhnya adalah seluruh dunia terkena dampaknya.
Eropa yang selama tahun lalu, atau awal tahun ini suku bunganya 0% atau negatif sekarang sudah pada level 2,5% dan sinyal dari bank sentral di Eropa juga menunjukkan kenaikan ini belum akan berhenti.
Inggris yang juga mengalami dampak ekonomi yang luar biasa dan gejolak di dalam perekonomian juga sudah merespon dengan kenaikan suku bunga sekarang pada level 3,5% dan masih ada indikasi angkanya akan terus naik.
"Kalau dilihat level inflasi di Eropa itu masih double digit sebesar 10%, begitu pula di Inggris 10,7% sehingga level suku bunga yang ada di Eropa dan Inggris tentu belum dianggap memadai untuk menjinakkan inflasi tersebut. Sementara untuk Indonesia, inflasi kita yang relatif baik dan bahkan dalam 2 bulan terakhir menunjukkan penurunan, yaitu di level 5,4%, Bank Indonesia (BI) juga melakukan respon dari kebijakan suku bunga policy rate-nya, tentu bukan hanya karena inflasi, tetapi juga karena diferensiasi dengan suku bunga-suku bunga yang berada di luar Indonesia, terutama dari negara-negara maju. Sehingga policy rate kita ada di 5,25%," paparnya.
Dia juga mencontohkan negara-negara emerging market, misalnya India dengan inflasi 5,9%, policy rate-nya juga sama 5,9%.
Brazil salah satu emerging market yang juga mengalami kenaikan inflasi pada level 7,85% tetapi karena di Brazil dan Amerika Latin secara umum terjadinya inflasi memberikan memori secara historis yang tidak baik karena selama ini Amerika Latin termasuk kawasan yang inflasinya sering mengalami kenaikan yang sangat tinggi dalam jangka waktu yang panjang.
sehingga respon dari kebijakan bank sentral juga cukup hawkish, bahkan policy rate suku bunganya sudah mencapai level 13,8%.
"Ini adalah lingkungan yang kita hadapi di dunia, dan dengan kenaikan suku bunga policy rate bank sentral dari negara-negara maju, dan bahkan negara emerging, tentu akan mempengaruhi kinerja dari perekonomian masing-masing yang cenderung akan melemah karena memang untuk menjinakkan inflasi," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)