JAKARTA - Serikat buruh menyoroti UU K3 yang sudah berusia 53 tahun. Regulasi yang mengatur perusahaan untuk menerapkan Kesehatan dan Keselamatan terhadap para pekerja itu dinilai sudah tidak relevan untuk diterapkan saat ini.
Presiden Partai Buruh dan Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kalau selama perjalanannya sudah sempat mengajukan kepada DPR RI agar melakukan revisi terhadap UU tersebut.
Paling tidak, mengatur sanksi yang lebih tegas agar perusahaan disiplin berikan perlindungan kepada para pekerjanya.
BACA JUGA:Ekonomi Kreatif Berkembang, Industri Mebel Serap Jutaan Pekerja
"DPR kalau UU tidak ada duit, maaf ya bukan menuduh, itu lama membahasnya, seperti misalnya UU PPRT kan tidak ada duitnya, siapa yang mau modalin istilahnya UU PPRT, apalagi K3, ini akan berimplikasi pada costnya perusahaan nanti," ujar Said saat dihubungi MNC Portal, Sabtu (21/1/2023).
Dia mengaku iri terhadap pembahasan UU Cipta Kerja, yang banyak mengubah UU Ketenegakerjaan agar lebih elastis diatur melalui PP Turunan, atau UU lainnya untuk kepentingan pengusaha.
Berbeda dengan UU K3 yang saat ini usainya menginjak 53 tahun dan belum pernah merubah sanksi Rp100 ribu untuk pengusaha yang tidak menerapkan K3.
"Kalau UU yang duitnya banyak seperti Omnibus Law, kepentingan pengusaha banyak disana, seperti UU minerba, UU Tenaga Listrik, itu cepet, tapi kalau UU K3, PPRT, yang memberatkan pengusaha, lama itu," sambungnya.
Padahal, menurutnya UU tersebut menjadi peranan penting sebagai bentuk kehadiran negara untuk menjamin hak-hak para pekerjanya.
Bukan sekadar mengundang investasi sebanyak-banyak dengan tujuan menciptakan lapangan kerja.
Adapun dia juga menyinggung tentang alasan lambatnya perubahan UU K3 tersebut. Salah satunya tentang ramainya pengusaha didalam tubuh lembaga legislatif tersebut.
"Saya tidak menjawab itu (banyak pengusaha di DPR), silahkan periksa saja, tapi sudah terbukti bahwa 252 anggota DPR adalah pengusaha, silahkan ditafsirkan sendiri," pungkasnya.
Sekedar informasi, Kemnaker pada awal tahun lalu mengungkapkan bahwa tingkat kecelakaan kerja dalam kurun waktu 3 tahun ke belakang terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2020 angka kecelakaan kerja berjumlah 221.740 kasus, kemudian pada tahun 2021 angka kecelakaan kerja meningkat menjadi 234.370, sedangkan yang terbaru pada tahun 2022 (s.d Bulan November) jumlah kecelakaan kerja tercatat sebesar 265.334 orang.
(Zuhirna Wulan Dilla)