JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia, bahkan sebelum pandemi Covid-19, sebenarnya sudah berada dalam posisi APBN dengan defisit yang mengecil di 1,8%. Bahkan pada waktu itu, keseimbangan primer mendekati seimbang.
"Lalu, Indonesia dihadapkan pada pelemahan ekonomi dunia di 2019, yang selanjutnya dipukul oleh pandemi Covid-19. Kita melebarkan defisit hingga 6,1% dari PDB, negatif," ungkap Sri dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI dengan pemerintah di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Namun, dia menekankan bahwa perlu dilihat recovery atau pemulihan APBN Indonesia dari minus 6,1% ke minus 2,4% yang terwujud hanya dalam periode kurang dari 3 tahun. "Ini adalah konsolidasi yang luar biasa cepat," kata Sri.
Jika dilihat, negara lain menghadapi pandemi yang luar biasa. Sri menyebut bahwa semua negara defisitnya melebar dan rata-rata melebarnya lebih tinggi.
"Misalnya di sini Malaysia yang lebih rendah minus 4,9% defisitnya dan Thailand di minus 4,7% sementara Indonesia minus 6.1%. Tapi, bahkan negara yang kuat seperti China dalam hal ini defisitnya mencapai minus minus 9,7%," tambahnya.
Selain itu, India yang tadinya pertumbuhannya lebih tinggi dari Indonesia, dan China tumbuh lebih tinggi dari Indonesia selama 10 tahun, juga menggunakan defisit fiskal yang jauh lebih agresif, yaitu defisit pada saat terjadinya pandemi mencapai minus 12,9%.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) tentunya dengan kemampuan mereka untuk mengisukan surat utang yang begitu besar dan pembelinya tersebar di seluruh dunia, mereka mampu untuk mencapai defisit minus 14%.
"AS sekarang menghadapi defisit di angka minus 5,5% dan mereka juga dalam kondisi politik untuk menjelaskan apakah cap atau batas dari jumlah utang bisa dinaikkan. Karena, kalau tidak, mereka harus konsolidasi yang makin agresif," sambung Sri.
Dalam konteks ini, dia mengatakan bahwa Indonesia tidak terkecuali, tetapi speed dan level konsolidasi Indonesia jauh lebih cepat. Bahkan jika melihat Malaysia dan Thailand, pasca pandemi 2020 justru defisitnya bukan menurun tapi meningkat.
Defisit Thailand dari minus 4,7% ke minus 5,5% dan Malaysia dari minus 4,9% ke minus 5,3%. Kemudian, China membaik tetapi juga masih di minus 7,5%. Untuk India yang tadi pertumbuhannya tinggi, dibayar dengan defisit yang masih sangat lebar di minus 9,6%.
"Ini untuk menggambarkan bahwa instrumen fiskal di seluruh dunia digunakan dan memang harus hadir dalam melindungi ekonomi negara masing-masing, namun kita akan upayakan APBN secara aktif dan efektif namun tetap hati-hati," pungkasnya.
(Taufik Fajar)