JAKARTA — Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada beberapa minggu terakhir dan mulai mendekati angka Rp15.000. Dilansir Reuters, Rupiah pada perdagangan Rabu (31/5/2023) pukul 13.53 WIB berada pada level Rp14.973.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pelemahan tidak hanya terjadi pada Rupiah, melainkan pada seluruh mata uang di dunia karena dolar AS tengah mengalami penguatan pada beberapa waktu terakhir.
“Jadi bukan Rupiah yang mengalami pelemahan, tapi dolar AS memang tengah menguat terhadap seluruh mata uang dunia. Ini didukung oleh ketidakpastian utang AS dan sentimen dari pejabat Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) yang cenderung akan kembali menaikan suku bunga pada bulan Juni dan Juli mendatang,” ujar Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (31/5/2023).
Seperti yang diketahui, ketidakpastian plafon utang AS yang terjadi pada beberapa minggu terakhir telah menjadi momok menakutkan bagi pasar keuangan dunia. Hal itu terjadi karena bila plafon utang tidak segera dinaikan sebelum batas waktu 5 Juni, AS akan mengalami gagal bayar dan mata uangnya mengalami penguatan.
Walaupun demikian, Josua menambahkan, kesepakatan tentatif yang telah tercapai antara Presiden AS, Joe Biden dan Ketua DPR AS, McCarthy telah memperlambat penguatan dolar AS terhadap mata uang lain.
Di sisi lain, pernyataan dari pejabat the fed beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa kenaikan suku bunga mungkin tetap perlu dilakukan pada bulan Juni dan Juli menyebabkan investor kembali beralih ke dolar AS.
“Sehingga dolar AS semakin mengalami penguatan. Kedua sentimen tersebut tidak bisa terpisahkan antara satu dan lainnya, itu saling berkaitan. Walaupun dampak dari ketidakpastian sudah mulai tidak dirasakan, sentimen pejabat the fed membuat dolar AS kembali mengalami penguatan terhadap mata uang lainnya,” bebernya.
Menurutnya, faktor internal tidak menjadi penyebab dari pelemahan Rupiah. Apalagi, kondisi fundamental internal Indonesia cukup baik, didukung oleh neraca perdagangan yang kembali mencatatkan surplus.
“Kalau dilihat dari data - data internal kita, ataupun kondisi kita, cukup baik. Pelemahan itu terjadi karena faktor sentimen yang membuat Rupiah selama 2 minggu terakhir cenderung melemah,” pungkasnya.
Namun, Josua mengatakan sentimen ini bersifat sementara (temporary). Hal itu terjadi karena The Fed mulai mempertimbangkan untuk memangkas suku bunga di tahun depan karena ekonomi AS yang melambat dan inflasi yang mulai mengalami penurunan. Sehingga penguatan dolar AS kemungkinan tidak akan berlanjut setelah pemangkasan suku bunga AS.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)