JAKARTA - Ada kekeliruan perhitungan terkait pertumbuhan traffic penumpang kereta api, termasuk pengguna Kereta Rel Listrik (KRL Commuter Line) di Jabodetabek, pasca pandemi Covid-19.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sudah melakukan revisi atas perhitungan pertumbuhan pengguna kereta api dan KRL Commuter Line.
BACA JUGA:
Dia menyebut, kebutuhan kereta api pasca Covid-19 jauh lebih tinggi daripada perhitungan awal KAI.
Koreksi tersebut dipaparkan saat rapat antara Erick Thohir, KAI, dan PT INKA (Persero).
"Saya sudah rapat dengan KAI dan INKA memang kemarin ada koreksi dari KAI pertumbuhan peningkatan penumpang pasca Covid itu, KAI cukup konservatif, tapi ternyata hari ini peningkatan penumpang kereta jauh di atas prediksi yang ada di KA," ucap Erick saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (5/6/2023).
BACA JUGA:
Dari data pertumbuhan traffic pengguna kereta, khususnya KRL Commuter Line, maka impor 12 rangkaian KRL dinilai perlu dilakukan pada tahun ini.
Sementara, dalam beberapa tahun kedepan rangkaian kereta api dan KRL nanti dipasok oleh INKA.
Untuk memenuhi target tersebut, Erick mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) tahun anggaran 2024 untuk INKA sebesar Rp3 triliun.
"Industri kereta (INKA) Rp3 triliun (PMN). Ini kurang lebih yang saya sampaikan yang di beberapa rapat mengenai kehirukpikukan mengenai impor kereta bekas dan kondisi kereta api," ucapnya.
Dia mengatakan, jumlah kereta api yang diproduksi INKA masih sangat terbatas. Bahkan dalam rentan 2022-2025 perseroan belum bisa memasok jumlah KRL Commuter Line yang dibutuhkan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Karena itu, suntikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai Rp3 triliun diharapkan bisa memperluas kapasitas produksi BUMN di sektor manufaktur kereta api tersebut.
Menurutnya, tingkat produksi kereta api di dalam negeri yang cukup terbatas akan mendorong pemerintah mengambil alternatif impor.
Kasus saat ini adalah rencana mendatangkan rangkain bekas KRL dari Jepang.
Hanya saja, rencana tersebut masih menunggu keputusan dari Menteri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
(Zuhirna Wulan Dilla)