Bahkan, 95% petani sudah beralih menggunakan pupuk non subsidi pada 2020.
Ini dilakukan karena berbagai pertimbangan, salah satunya adalah kemudahan untuk menjangkau pupuk non subsidi.
Adapun harga pupuk non subsidi ketika belum memasuki musim pupuk adalah Rp4.000, atau 2 kali lipat harga pupuk subsidi.
“Namun, ketika masuk ke musim panen, harga pupuk bisa capai 4x lipat harga pupuk subsidi. Biasanya dibutuhkan Rp2,5 juta untuk 1 hektar tanah, ini bisa meningkat hingga minimal Rp8 juta hingga Rp10 juta. Kalau harga gula tidak ikut naik, tentu petani akan semakin meninggalkan tebu,” bebernya.
Sementara harga gula tidak mengalami peningkatan, harga komoditas lainnya, seperti cabai dan beras, mengalami kenaikan.
Sehingga menyulitkan petani untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Selain itu, Soemitro menyebut harga gula Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan harga gula internasional yang mengalami kenaikan dari 18 sen per pon naik menjadi 26 hingga 28 sen per pon.
“Harga gula Indonesia murah dibandingkan dengan internasional. Beberapa negara produsen gula menerapkan kenaikan harga gula di atas harga gula internasional untuk melindungi petani dalam negeri,” pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)