Kemitraan Perusahaan Aplikasi dan Pengemudi Ojek Online Dinilai Ilusi dan Eksploitasi

Kharisma Rizkika Rahmawati, Jurnalis
Kamis 27 Juli 2023 10:24 WIB
Ojek online. (Foto: Okezone)
Share :

Tapi lebih dari itu, kata Yorga, ketiadaan peraturan yang sah mengenai relasi kerja antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi ojek daring membuat mereka tidak mendapatkan hak-hak sebagai pekerja dan perlindungan hukum yang jelas.

Semisal hak atas upah minimum, cuti, libur, asuransi kesehatan dan jaminan keselamatan kerja.

Salah satu akibat dari tak adanya ketentuan hukum tersebut, sambung Yorga, muncul kasus-kasus kecelakaan yang dialami pengemudi karena jam kerja yang panjang demi memenuhi 'aturan main' aplikator.

Berdasarkan hasil wawancaranya dengan 1.000-an pengemudi ojek daring dan kurir, terungkap bahwa mereka rata-rata bekerja 54 jam sepekan termasuk di akhir pekan.

Kemudian, meski kewalahan, mereka tetap bekerja karena penghasilan belum memenuhi target.

Itulah mengapa dari hasil risetnya, sebanyak 66% pengemudi ojek daring ingin berhenti dan jika ada kesempatan beralih jadi pekerja kantoran.

Afung dan Vicky mengamini riset tersebut.

"Kalau ada tawaran [kerja] sekarang, saya mau berhenti ngojek," ucap Vicky.

"Kalau belum ada perbaikan, saya bakal tinggalin [Grab], kan enggak selamanya pendapatan begini," ujar Afung.

Pemerintah harus menertibkan hubungan kemitraan yang eksploitatif

Sayangnya keinginan itu agak sulit terjadi, kata pakar hukum perburuhan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Nabiyla Risfa Izzati. Pasalnya, pasar tenaga kerja konvensional belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19.

Singkatnya, kata Nabiyla, para pengemudi ojol yang sebagian besar adalah pelajar atau pengangguran akhirnya terpaksa bertahan bekerja dengan lingkungan dan penghasilan yang disebutnya mengenaskan atau jauh dari layak.

Untuk itu menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan harus menertibkan hubungan kemitraan yang dinilainya sangat eksploitatif.

Sebab bagaimanapun para pengemudi ojol itu adalah pekerja yang menggerakkan gig economy atau ekonomi digital di Indonesia, ujar Nabiyla.

"Kemitraan ini dasarnya enggak jelas arahnya kemana. Sangat tidak ideal dalam kacamata ketenagakerjaan karena nyaris tidak memberikan proteksi apapun dan bisa diubah secara sepihak oleh platform," jelasnya.

"Dan proteksi ketenagakerjaan juga nyaris tidak ada. Jadi mereka [pengemudi ojol] tidak dapat hak-hak layaknya pekerja," pungkasnya.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya