“Kami melakukan cukup banyak pengambilan anggaran, penerbitan green sukuk, green bond. Kami juga menciptakan pembiayaan campuran (blended finance). Hal ini agar kita mampu menciptakan platform kemitraan,” katanya.
Menurut Sri, diskusi saat ini bukan lagi pada tataran bagaimana mewujudkan kerja sama pembiayaan campuran dalam skema kemitraan. Namun, bagaimana menciptakan skalabilitas dengan menguji cara kerja menurunkan emisi karbon untuk proyek tertentu.
BACA JUGA:
Sebagai contoh, pemerintah disebut akan menghentikan penggunaan batu bara sebelum mengidentifikasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Sekarang, pemerintah sudah berada pada level pembahasan berapa banyak yang diperlukan untuk mempensiunkan PLTU batu bara. Hal ini dinilai akan berdampak pada neraca perusahaan listrik PT PLN (Persero).
Jika batu bara dipensiunkan, kata dia lagi, maka komoditas tersebut menjadi aset terbengkalai. Selain itu, laporan neraca perusahaan batu bara perlu diisi kembali oleh ekuitas yang telah berkurang dengan energi terbarukan yang membutuhkan belanja modal ketika suku bunga saat ini sedang mahal.
“Ini semua menjadi masalah nyata yang teridentifikasi, bukan lagi sekadar bicara uang triliunan atau 280 triliun (dolar AS),” bebernya.
Menkeu mencontohkan rencana pensiun dini PLTU-1 Cirebon di Jawa Barat yang akan mengurangi 4,4 juta ton CO2 dalam waktu 7 tahun dengan kebutuhan dana sebanyak 330 juta dolar AS. Sehingga, harus dipadukan ekuitas dan pinjaman untuk pembiayaan perusahaan tersebut.
Pada sisi lain, ketika suku bunga menjadi mahal, maka perlu ada yang menanggung lagi pembiayaan tersebut. Karena itu, Menkeu menekankan bahwa pemerintah bersungguh-sungguh untuk menciptakan kemajuan baru untuk mengurangi emisi karbon.
“Jika tidak, maka kita akan membicarakan forum keberlanjutan di banyak tempat berbeda, semua orang terbang (menggunakan pesawat terbang) dan, tentu saja, memiliki jarak tempuh dan mengurangi CO2 tetapi tidak memberikan hasil, dan kita menciptakan situasi yang lebih buruk bagi dunia. Jadi, setiap pertemuan, kita harus mempunyai ambisi bahwa ada kemajuan yang perlu dicapai dan di mana permasalahan yang perlu diselesaikan," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)