JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menuding adanya oknum-oknum yang bermain di balik banjirnya produk impor di Indonesia.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta menjelaskan, saat ini jalur impor telah dipetakan bagi para pengusaha terutama yang bergerak di industri tekstil dan pakian. Jalur tersebut terbagi, merah dan dan hijau.
"Barang barang masuknya lewat scaning, ada jalur merah dan hijau. Jalur merah diperiksa dokumennya, sama isinya, jalur hijau tidak diperiksa langsung lolos saja," ujar Redma, dalam Maeket Review IDXChannel, Selasa (19/9/2023).
Kondisi demikian cukup merugikan para pelaku usaha atau produsen tekstil dalam negeri, sebab praktis produk dalam negeri kalah bersaing dari sisi harga.
Karena biaya pokok produk bagi para pelaku usaha dalam negeri tidaklah murah, beberapa jenis pakaian yang di produksi di dalam negeri kadang juga masih menggunakan bahan baku dari impor.
"Penetapan jalur merah, hijau ini yang saya kira memang menjadi mainan oknum disana yang tentu bekerjasama dengan pengusaha yang biasa bermain di jalur ilegal, masuk dari jalur hijau tidak diperiksa sama sekali, sata kira disana ada biang kerok kebocorannya," sambung Redma.
Selanjutnya, pelemahan permintaan barang itu berdampak pada penurunan kapasitas produksi. Sebab ada perlambatan dari sisi penyerapan produk, jika sudah demikian maka langkah yang paling ideal dilakukan perushaan adalah menurunkan jumlah pegawai sebagai langkah efisiensi perusahaan.
"Kondisi dilapangan pengurangan tenaga kerja masih terjadi, perusahaan yang tutup setiap bulan ada, dan mengurangi produksi. Asosiasi kami ada selalu yang mengabarkan bahwa akan mengurangk produksi, industri tekstil itu memang darurat," pungkasnya.
(Feby Novalius)