JAKARTA – Bank Indonesia diramal mempertahankan tingkat suku bunga kebijakannya pada tingkat 5,75%. Hal ini dengan mempertimbangkan tekanan terhadap Rupiah, serta kebutuhan untuk menjaga selisih suku bunga acuan dengan the Fed.
Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menyarankan agar BI bisa sambil terus menjalankan kebijakan makroprudensial untuk menstabilkan tekanan jangka pendek pada tingkat harga dan nilai tukar. Sebelumnya, inflasi Indonesia turun di bawah 3% pada bulan September akibat efek high base dari periode yang sama tahun lalu.
"Meski demikian, tren inflasi menggarisbawahi upaya berkelanjutan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga di tengah beragam tantangan, terutama fenomena cuaca El Nino yang diprediksi mencapai puncaknya pada bulan September," ungkap Riefky di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Selain itu, Indonesia juga berhasil mempertahankan surplus perdagangan yang tinggi pada bulan September 2023, yang menandai surplus selama 41 bulan berturut-turut.
"Akan tetapi, dinamika di pasar Amerika Serikat terkait dengan potensi kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang telah mengakibatkan lonjakan arus modal keluar dari pasar Indonesia dalam beberapa pekan terakhir," sambung Riefky.
Hal ini seperti yang terlihat dalam penjualan saham dan aset obligasi senilai USD1,35 miliar antara pertengahan September dan pertengahan Oktober.
Pada September 2023, Rupiah terus mengalami depresiasi, mencapai Rp15,354 per dolar Amerika Serikat (AS)/USD, sebagai respons terhadap indikasi the Fed untuk mempertahankan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam beberapa waktu ke depan serta indikator ekonomi China yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.
"Meskipun demikian, Rupiah tetap menjadi salah satu mata uang yang menunjukkan performa terbaik di antara mata uang negara-negara berkembang, hanya kalah dari Real Brasil, yang secara konsisten menunjukkan kekuatan terhadap Dolar AS berkat permintaan global yang kuat terhadap komoditas Brasil," terang Riefky.
Sementara itu, cadangan devisa resmi Indonesia mengalami penurunan dari USD137,1 miliar pada Agustus 2023 menjadi USD134,9 miliar pada September 2023, utamanya disebabkan oleh upaya-upaya stabilisasi yang dilakukan oleh bank sentral untuk mengatasi ketidakpastian eksternal dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Dengan pengumuman terbaru ini, cadangan devisa Indonesia kini setara dengan 6,1 bulan impor serta 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Penting untuk diperhatikan bahwa tekanan pada Rupiah akan berlanjut untuk beberapa waktu ke depan, yang kemungkinan akan menimbulkan tantangan bagi bank sentral dalam beberapa bulan mendatang," ucap Riefky.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)