JAKARTA – Wall Street ditutup melemah dalam aksi jual besar-besaran pada perdagangan Rabu waktu setempat. Bursa saham AS anjlok karena saham Alphabet merosot setelah perusahaan induk Google membukukan pendapatan yang mengecewakan dan seiring kenaikan imbal hasil Treasury AS, menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Mengutip Reuters, Kamis (26/10/2023), Dow Jones (.DJI) turun 105,45 poin, atau 0,32%, menjadi 33.035,93, S&P 500 (.SPX) kehilangan 60,91 poin, atau 1,43%, menjadi 4.186,77 dan Nasdaq Composite (.IXIC) turun 318,65 poin, atau 2,43%, menjadi 12.821,22.
Indeks acuan S&P 500 mencatat penurunan harian kelima dalam enam hari dan ditutup di bawah level 4.200 yang diawasi ketat. Nasdaq Composite merosot ke persentase penurunan satu sesi terbesar sejak 21 Februari, dengan megacaps yang sensitif terhadap suku bunga sangat membebani indeks yang sarat teknologi ini.
Dow Jones Industrial Average berakhir sedikit lebih rendah. Indeks Semikonduktor Philadelphia SE (.SOX) anjlok 4,1%, penurunan satu hari terbesar sejak 22 Desember 2022.
Sektor Layanan Komunikasi (.SPLRCL) mencatat persentase penurunan terbesar sejak 3 Februari.
Saham Alphabet Inc (GOOGL.O) anjlok setelah perusahaan tersebut melaporkan pendapatan layanan cloud yang mengecewakan, menghidupkan kembali kekhawatiran akan perlambatan ekonomi.
Imbal hasil Treasury yang menjadi acuan kembali naik, mendekati level 5%, menambah kekhawatiran akan berlanjutnya suku bunga yang tinggi.
"Pendapatan beragam, dan itu menyebabkan beberapa masalah, tetapi masalah sebenarnya tetap pada imbal hasil (Treasury), yang tidak menunjukkan tanda-tanda melemah," kata Ryan Detrick, kepala strategi pasar di Carson Group di Omaha.
Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun naik setelah data penjualan rumah baru yang kuat dan tingkat suku bunga hipotek yang mencapai level tertinggi dalam 23 tahun memicu kekhawatiran akan kenaikan suku bunga yang berkepanjangan.
“Perekonomian AS terus menunjukkan kinerja yang kuat,” tambah Detrick. “Itu mungkin salah satu alasan utama mengapa imbal hasil tetap kuat seperti sebelumnya.
“Pasar obligasi sedang mengendus potensi perekonomian yang lebih baik di masa depan,” kata Detrick.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)