JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggambarkan kondisi ekonomi Indonesia 2024 sebagai 'optimis dan waspada'. Terlebih, tahun depan sangat menentukan, bukan hanya sebagai tahun Pemilu dan transisi kepemimpinan, namun juga menjadi tahun pengantar landasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Panjang (RPJMP) 2045 Menuju Indonesia Emas.
"Kata-kata optimis ini basisnya apa, supaya tidak hanya menjadi jargon. Kalau kita lihat tahun 2023 ini kan tadinya diprediksi berbagai lembaga internasional sebagai tahun yang cukup gelap dengan banyak proyeksi mengenai kondisi ekonomi negara besar yang bahkan kemungkinan masuk resesi," jelas Sri dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Dia menyebut, salah satu negara yang disebutkan adalah Amerika Serikat (AS). Selama 15 bulan, suku bunga di negara-negara maju itu naiknya luar biasa ekstrem. Berbicara soal suku bunga The Fed, naiknya melebihi 500 basis poin hanya dalam waktu kurang dari 12 bulan.
"Suatu perekonomian yang diberikan shock begitu besar hingga menaikkan suku bunga begitu drastis biasanya tidak bertahan, biasanya dia melemah atau bisa resesi. Eropa juga sama, yang tadinya suku bunganya negatif atau nol, kenaikannya 400 basis poin," tambah Sri.
Sehingga, kedua mesin ekonomi dunia itu mengalami perlambatan. Namun, untuk AS, muncul suatu harapan karena resiliensi perekonomiannya hingga akhir tahun ini.
"Maka perekonomian terbesar dunia setidaknya bisa bertahan dengan kenaikan suku bunga yang begitu besar juga. Sementara China di sisi lain menghadapi masalah yang cukup struktural," ungkap Sri.
Jika dilihat dari konstelasi perekonomian dunia, ekonomi-ekonomi terbesar dunia semuanya mengalami persoalan struktural dan menghadapi shock dari sisi policy-driven, seperti kenaikan suku bunga.