JAKARTA – Pasangan Capres Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD komitmen meningkatkan kesejahteraan rakyat, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu upayanya dengan pengurangan emisi rumah kaca, merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan ekonomi hijau (green economy).
Cawapres 2024 Mahfud MD mengatakan, Indonesia tidak akan dapat mencapai target bebas atau nol persen emisi tahun 2060, jika tidak memiliki regulasi menyeluruh dan mengikat semua pihak tentang penangkapan, penyimpanan dan perdagangan karbon.
Untuk itu, Ganjar-Mahfud akan melengkapi peraturan soal Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage/CCS), serta transaksi di bursa karbon dengan regulasi dan landasan hukum yang lebih komprehensif.
"Selain bisa menguntungkan Indonesia dari sisi ekonomi, mengurangi emisi gas rumah kaca merupakan salah satu bentuk tanggung jawab masyarakat sebagai penduduk dunia untuk ikut berperan mengurangi pemanasan global," kata Mahfud.
Secara terpisah, Ekonom UGM Fahmy Radhi menilai langkah calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2024 memasukkan perdagangan karbon dalam kampanye tepat karena memang Indonesia tidak bisa lagi mundur dari tanggung jawab bersama mengurangi emisi.
"Saya kira sudah tepat Capres-Cawapres memasukkan karbon dalam visi dan misinya karena ini adalah tanggung jawab Indonesia juga sebagai warga dunia," papar, Fahmy, di Jakarta.
Menurutnya, komitmen yang ditunjukkan peserta Pilpres terhadap ekonomi hijau, cukup memberikan gambaran bahwa calon pemimpin Indonesia di masa mendatang peduli terhadap kelestarian lingkungan.
Namun, Fahmy mengakui dari sisi regulasi dan roadmap memang masih perlu pembahasan lebih jauh agar semua pihak yang terkait dapat bersinergi. Regulasi hingga standar penilaian sertifikasi yang kredibel akan menjadikan perdagangan karbon nasional tidak hanya diikuti oleh pemain domestik, tetapi juga internasional.
Fahmy menambahkan sesunggungnya potensi ekonomi karbon di Indonesia sangat besar. Dia mencontohkan sejumlah perusahaan seperti PLN atau Pertamina masih sangat besar peluangnya beralih ke energi terbarukan.
"Maka di situ ada potensi pengurangan energi kabon yang bisa disertifikasi untuk diperdagangkan. Apalagi, Indonesia sudah memiliki bursa karbon," paparnya.
Dia juga mengatakan potensi ekonomi dari kegiatan penjaringan dan penyimpanan karbon juga sangat besar, meski membutuhkan teknologi tinggi.
Di sisi lain, ujarnya, selain kewajiban membeli di pasar karbon, Pemerintah perlu memberlakukan apresiasi, misalnya dalam bentuk green tax dan green financing kepada perusahaan-perusahaan yang sudah memberikan kontribusi dalam perdagangan karbon.
"Jangan lupa, di Indonesia dan negara maju juga, pengembangan kendaraan listrik itu sebuah keniscayaan yang harus dilakukan karena penyumbang terbesar karbon adalah knalpot yang mengeluarkan karbon. Dan ini menjadi kebutuhan dunia untuk melakukan itu," ujar Fahmy Radhi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)