JAKARTA - Pajak hiburan yang naik dari 40% hingga 75% menjadi sorotan. Pemerintah pun memberikan penjelasan terkait kenaikan pajak tersebut.
Adapun setelah 2 tahun, hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) justru secara rata-rata menurunkan tarif pajak untuk kesenian dan hiburan.
Secara umum, mulanya dua sektor yang masuk dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) punya tarif paling tinggi 35%. DJPK mengatakan hadirnya UU HKPD menurunkan tarif PBJT menjadi 10%.
Dengan demikian, besaran pajak hiburan per 5 Januari 2024 dengan batas bawah sebesar 40% jasa hiburan tertentu untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana menegaskan, dengan ditetapkannya batas bawah 40% kita semua harus sepakat, untuk jasa hiburan spesial tersebut pasti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
"Kenapa kemudian perlu ditetapkan batas bawah? semoga media sepakat bahwa untuk jasa hiburan spesial itu pasti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, jadi untuk yang jasa tertentu tadi dikonsumsi oleh masyarakat tertentu bukan masyarakat kebanyakan," jelas Lidya dalam Media Briefing Pajak Hiburan, Selasa (16/1/2024).
Menurut Lidya, oleh karena itu, untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengembalikan dirasa perlu untuk menetapkan tarif batas bawah.
"Kenapa? ya karena race to bottom, mencegah terjadinya pengetatan tarif yang justru digunakan berlomba2 menetapkan tarif batas bawahnya tertentu, dalam tanda kutip pada tertentunya yg perlu dikendalikan," ungkap Lidya.
Untuk menetapkan batas bawah 40%, Lidya menegaskan dalam merumuskan UU, pemerintah itu tidak kemudian pemerintah sendiri yang memutuskan.
"Jadi dalam penetapan tarif ini pemerintah bersama DPR itu telah mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai pihak, dan juga melihat praktik-praktik pungutan yang telah terjadi di lapangan," tegasnya.