"Saat wine tiba-tiba tidak boleh diminum, saya melihat sekeliling meja. Tiba-tiba ada botol lain di sana yang belum pernah saya lihat sebelumnya, yaitu air. Saya pikir mungkin saya bisa menggunakan keingintahuan saya sebagai penggemar makanan dan minuman lalu menerapkannya pada air sebagai pengganti wine," tambahnya.
Air berkualitas memberikan lebih dari melepas dahaga, demikian diyakini Dr Mascha.
Minum air berkualitas, menurutnya, adalah kesempatan bagi orang untuk mengeksplorasi, berbagi, dan menikmati sesuatu yang berbeda. Dia menilai khalayak dapat mengalami kesempatan itu bahkan dengan anak-anak, sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh minuman anggur.
Dr Mascha mengeklaim saat ini terdapat peningkatan permintaan air berkualitas. Dia yakin hal ini didorong oleh tren mengonsumsi lebih sedikit alkohol dan minuman ringan berkarbonasi, terutama di kalangan generasi muda, karena lebih menyukai gaya hidup sehat.
Selain itu, air putih yang langka dan belum diolah ini dapat dipasarkan dengan latar cerita yang mirip dengan anggur kuno, sehingga membuatnya lebih menarik.
Air dan makanan
Beberapa restoran di negara seperti Spanyol dan Amerika Serikat kini menawarkan menu yang memadukan jenis air berkualitas dengan masakan mereka.
“Saat ini saya sedang membuat menu air untuk restoran bintang tiga Michelin di AS. Kami berencana menampilkan 12 hingga 15 air yang dikurasi dengan cermat untuk melengkapi makanan dan suasana,” kata Dr Mascha.
"Saat Anda makan ikan, Anda akan disuguhi air yang berbeda dibandingkan saat Anda makan steak. Mineralitasnya harus lebih rendah agar tidak mengganggu ikan."
Dr Mascha juga bekerja dengan proyek perumahan dan apartemen super mewah yang akan menampilkan 'ruang minum air' – alih-alih gudang anggur.
Air murni juga populer di kalangan masyarakat yang menghindari alkohol karena alasan agama, catat Dr Mascha, terutama di pesta pernikahan. Ini juga merupakan hadiah alternatif yang bagus untuk menggantikan sampanye mahal, klaimnya.
Namun tren ini tentu saja mendapat kritik.
Salah secara etika
Ada jutaan orang di seluruh dunia yang kesulitan mendapatkan akses terhadap air bersih, dan banyak yang menolak konsep menghasilkan uang dari komoditas paling mendasar dengan cara ini.
Menurut PBB, pada tahun 2022, sebanyak 2,2 miliar orang masih kekurangan air minum yang dikelola secara aman, termasuk 703 juta orang yang bahkan tidak memiliki layanan air dasar.
Kritikus lain berpendapat bahwa mode ini hanyalah sebuah tipuan; air hanyalah air dan tidak ada perbedaan antara air keran yang dapat diminum, air kemasan, dan air yang disebut air murni, selain dari harganya.
Sementara para pemerhati lingkungan menyatakan bahwa segala jenis air kemasan dapat merusak Bumi karena berakhir sebagai limbah di tempat pembuangan sampah.
(Taufik Fajar)