JAKARTA - Pesawat Malaysia Airlines MH370 menghilang dari radar ketika 40 menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Kuala Lumpur menuju Beijing, China. Kejadian tersebut tepat setelah tengah malam pada 8 Maret 2014, dengan 239 penumpang dan awak di dalamnya.
Hingga kini, pesawat Boeing 777-200ER tersebut belum ditemukan. Pemerintah Malaysia mengatakan pihaknya terbuka untuk melanjutkan pencarian Malaysia Airlines Penerbangan MH370 yang hilang dalam perjalanan ke Beijing hampir 10 tahun lalu.
Alasannya adalah adanya potensi kolaborasi dengan perusahaan eksplorasi laut Amerika Serikat.
Melansir data yang dikutip Okezone, pencarian yang dipimpin Australia ini menghabiskan waktu hampir tiga tahun dan menghabiskan dana sebesar USD200 juta (Rp3 triliun) untuk menjelajahi 120.000 kilometer persegi salah satu lautan terbesar di dunia, sebelum pencarian tersebut diumumkan berakhir pada Januari 2017, dan tidak ada puing-puing signifikan yang pernah ditemukan.
Pada Januari 2018, Ocean Infinity mengambil alih operasi tersebut berdasarkan perjanjian tanpa penanganan, maka tanpa biaya dan menyisir area seluas 112.000 km persegi, yang juga tidak menghasilkan apapun pada saat kontraknya berakhir pada Mei.
Sebelumnya, pada pemberitaan 2014, peneliti senior studi maritim di Royal United Services Institute (Rusi) Peter Roberts menyatakan biaya pencarian MH370 tidaklah murah. Biaya sejauh ini mencapai antara USD33-USD42 juta.
Sebagian besar biaya itu ditanggung oleh negara-negara yang mengerahkan bantuan. Australia misalnya mengerahkan kapal angkatan laut, HMAS Success dua minggu lalu.
Kapal itu memerlukan biaya AUD550.000 per hari untuk dioperasikan, kata Departemen Pertahanan, jadi sejauh ini telah menelan biaya USD7,7 juta.
Dan itu baru satu kapal. Sementara kapal lain, HMAS Toowoomba, yang juga dikerahkan memerlukan biaya AUD380.000 per hari.
Baca selengkapnya: 10 Tahun Hilang, Ternyata Segini Biaya Pencarian Pesawat MH370
(Kurniasih Miftakhul Jannah)