JAKARTA – Sistem perlindungan konsumen perbankan dinilai masih lemah. Inovasi Bank Indonesia (BI) dalam memfasilitasi pembayaran ritel secara real time, munculah BI Fast. Sayangnya, infrastruktur sistem pembayaran ritel nasional ini masih ada kelemahan.
Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri mengatakan, BI Fast memiliki kelemahan, khususnya dalam perlindungan konsumen.
"Hal itu terlihat jika kita bandingkan sistem di Indonesia dengan di Amerika Serikat," katanya Rabu (24/4/2024).
Deni merinci, di AS Selain Dewan Gubernur Federal Reserve, ada juga lembaga lain yang terlibat dalam pengawasan dan regulasi layanan Fast. Yakni, Biro Perlindungan Keuangan Konsumen (Consumer Financial Protection Bureau/CFPB) serta Departemen Keuangan AS.
"Keduanya berperan dalam memastikan bahwa layanan pembayaran Fast di AS, mematuhi aturan dan melindungi konsumen. Layanan Fast juga mendukung pengembangan dan penggunaan teknologi inovatif oleh penyedia pembayaran, yang diawasi. Untuk memastikan kepatuhan terhadap standar industri dan perlindungan konsumen," papar Deni.
Di Indonesia, lanjut Deni, belum memiliki CFPB. Biro Perlindungan Keuangan Konsumen (CFPB) merupakan lembaga pemerintah federal AS yang didirikan untuk memastikan bahwa konsumen diperlakukan adil oleh bank, pemberi pinjaman, dan institusi keuangan lainnya.