JAKARTA - Bisa kurangi kebiasaan merokok, bagaimana industri tembakau alternatif di Indonesia?
Menurut Public Health England (PHE), yang kini dikenal sebagai UK Health Security Agency, telah mempublikasikan hasil kajian berjudul Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products. Hasilnya, rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan mampu mengurangi paparan risiko hingga 90-95% lebih rendah daripada rokok.
Dengan fakta itu, PHE mengatakan produk tembakau alternatif dapat membantu lebih banyak perokok beralih dari kebiasaannya.
Fakta bahwa produk tembakau alternatif merupakan opsi yang efektif bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya diperkuat dengan hasil penelitian dari Universitas Bern berjudul “Electronic Nicotine-Delivery Systems for Smoking Cessation” yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada Februari 2024.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan produk tembakau alternatif meningkatkan keberhasilan berhenti merokok (abstinence) sebesar 21%
Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan, merupakan produk dengan profil risiko lebih rendah dibandingkan rokok.
Ketua Asosiasi Retail Vape Indonesia (Arvindo) Fachmi Kurnia menjelaskan produk tembakau alternatif secara kajian ilmiah telah terbukti rendah risiko. Namun, fakta-fakta tersebut belum diinformasikan secara masif kepada masyarakat.
Hasilnya, publik masih menganggap produk ini berbahaya terhadap kesehatan sehingga tidak layak dijadikan sebagai opsi alternatif bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya.
"Jika banyak edukasi tentang profil risiko produk tembakau alternatif tentunya akan sangat membantu agar masyarakat mendapatkan informasi yang berdasarkan hasil penelitian, sehingga meluruskan misinformasi yang begitu banyak beredar sekarang ini,” kata Fachmi dalam keterangannya, Jakarta, Senin (13/5/2024).
Untuk mengatasi masalah ini, Fachmi meneruskan, pemerintah merupakan pihak yang paling utama dalam mengedukasi tentang profil risiko produk tembakau alternatif kepada masyarakat. “Pemerhati kesehatan juga harus melihat produk tembakau alternatif dari sisi profil risiko dibandingkan rokok. Jadi bukan hanya melihat dari sisi efek negatif sehingga informasi yang diterima sesuai penelitian ilmiah,” katanya.
Apalagi, pemerintah selama ini telah berjuang keras untuk menurunkan prevalensi merokok. Namun, usaha yang dijalankan belum membuahkan hasil yang diharapkan. Dengan adanya produk tembakau alternatif, menurut Fachmi, pemerintah sudah seharusnya membuka opsi tersebut untuk mengurangi angka perokok. “Sangat sulit bagi perokok dapat meninggalkan kebiasaan lama mereka,” ucapnya.