Dari sisi investasi yang merupakan kontributor terbesar kedua yaitu 32% dari total pertumbuhan Indonesia, terus ditingkatkan kontribusinya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
"Namun kita memahami pergerakan suku bunga global higher for longer, ketegangan geopolitik yang menimbulkan fragmentasi investasi dan perdagangan, dan berbagai potensi disrupsi termasuk climate change tentu akan mempengaruhi aktivitas investasi pada tahun 2025. Yang menurut kami pertumbuhannya ada pada kisaran 5,2 hingga 5,9%," jelas Sri Mulyani.
Dari sisi eksternal, kontribusi ekspor terhadap PDB di dalam satu dekade terakhir rata-rata adalah 21% per tahun, sementara import 20% per tahun, sehingga net export yaitu ekspor dikurangi impor berkontribusi 1% pada perekonomian nasional.
"Kedepan ekspor akan sangat dipengaruhi outlook dari perekonomian global, terutama perekonomian di RRT yang terus mengalami perubahan struktural dan perekonomian di AS dan Eropa yang memiliki dinamika tersendiri," katanya.
Adapun menurut Sri Mulyani, outlook perekonomian global tahun 2024 dan 2025 ini berdasarkan rilis IMF bulan April 2024 adalah dalam kondisi stagnan 3,2%.
Dengan mempertimbangkan kinerja historis dan kondisi global, ekspor diperkirakan akan tumbuh antara 5-5,7%, sementara import antara 4,3-4,9%. Agregat demand atau permintaan agregat lain adalah peranan pemerintah di dalam produk domestik bruto, dalam bentuk konsumsi pemerintah dan juga dalam investasi. Dengan defisit APBN yang dirancang antara 2,45-2,82%, konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,7-5,2%.
Dengan berbagai faktor dan dinamika tersebut, pertumbuhan PDB pada tahun 2025 diperkirakan pada kisaran 5,1-5,5%. Hal ini merupakan sebuah range pertumbuhan yang cukup ambisius namun tetap realistis.
"Kami sangat menyadari bahwa untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2025, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi antara 6 hingga 8% dengan kualitas dan inklusivitas yang perlu terus diperbaiki," ungkap Sri Mulyani