JAKARTA - Sejumlah nama eks Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengisi beberapa posisi strategis di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jabatan yang diberikan kepada tim TKN Prabowo antara lain Komisaris Utama dan anggota Komisaris perusahaan pelat merah.
Adapun nama-nama orang dekat Prabowo antara lain Simon Aloysius Mantiri yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Siti Nurizka Puteri mengisi bangku Komisaris Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang.
Lalu, Condro Kirono selaku Komisaris Independen Pertamina, Fuad Bawazier menjabat Komisaris Utama PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND, dan Grace Natalie Louisa sebagai Komisaris MIND ID.
Penunjukan eks TKN sebagai bos di BUMN tak berselang lama atau dua bulan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, tidak ada larangan perihal penunjukan eks TKN menduduki posisi inti di perseroan negara. Menurutnya, wajar saja bila BUMN dikelola orang-orang dari berbagai latar belakang, termasuk politisi.
“Yang pasti namanya BUMN itu kan mendukung perusahaan milik pemerintah, maka wajar kalau misalnya kita cari dari berbagai latar belakang, dan latar belakang politik tidak menjadi larangan, gak ada larangan,” ujar Arya kepada wartawan, Rabu (12/6/2024).
Selain sejumlah eks TKN dinilai sosok yang kompeten, Arya menyebut BUMN perlu mendapat dukungan politik lantaran kerja perusahaan juga untuk pemerintah.
“Kedua, mereka kalau selama itu kompeten ya tidak ada masalah dong. Jadi latar-latar belakang itu, sehingga kita gak bisa katakan bahwa kalau politik tidak boleh, dan wajar juga, karena BUMN ini juga butuh dukungan politik, berbeda dengan perusahaan swasta,” paparnya.
Dia mencontohkan, pengajuan penyertaan modal negara (PMN), pembentukan holding, merger, IPO, hingga pembubaran BUMN harus mendapat persetujuan legislatif. Karena itu, dukungan politik dari internal perusahaan merupakan sesuatu yang dibutuhkan.
“Kebijakan dan keputusan-keputusan besar di BUMN itu harus disetujui DPR loh, mau merger, DPR, mau holding DPR, mau IPO, DPR, mau dibubarkan, DPR, mau dapat PMN, penugasan DPR. Jadi banyak kebijakan di BUMN itu berhubungan sama politik, berbeda dengan swasta,” ucap dia.
“Memang di swasta merger butuh ke DPR? Persetujuan? Gak ada. Karena BUMN ini kan dimiliki oleh negara, sahamnya, maka harus ada persetujuan dari rakyat yang diwakili oleh DPR. Maka unsur politik pun tidak mungkin, gak boleh kita munafik dan gak boleh kita menafikkan kalau unsur politik gak masuk dalam BUMN, selama keputusan-keputusan vital mengenai BUMN tetap berkaitan dengan politik di DPR,” jelasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)