JAKARTA - PHK massal terjadi secara besar-besaran di Industri tekstil. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan industri lokal menghadapi serbuan barang luar negeri yang sangat murah.
Berikut 5 fakta PHK massal yang telah dirangkum tim Okezone, Sabtu (6/7/2024).
1. Pabrik yang tutup
Berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, ada 6 pabrik tekstil (PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, dan PT Sai Apparel) yang telah gulung tikar dan menyebabkan lebih dari 11 ribu pekerja mengalami PHK. Sementara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat mencatat sudah ada 22 pabrik yang tutup di daerah Jawa Barat.
2. Optimalisasi kebijakan
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Ariawan Gunadi mengatakan pemerintah perlu melakukan optimalisasi kebijakan instrumen trade remedies terhadap praktik dumping yang dilakukan oleh China. Hal ini dapat dimulai dengan menerapkan kebijakan safeguard berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Kain.
3. Countervailing duties
Cara lain untuk menyelamatkan industri tekstil adalah dengan penerapan kebijakan countervailing duties. Kebijakan ini bertujuan untuk mengimbangi subsidi yang diberikan oleh pemerintah asing kepada eksportir mereka.
4. Faktor ancaman
Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya ancaman terhadap industri tekstil nasional di antaranya adanya kelebihan pasokan yang menyebabkan gelombang ekspor melebihi permintaan, khususnya di China, ketegangan geopolitik yang semakin meruncing telah memicu terjadinya fragmentasi hubungan internasional, nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang signifikan, hampir mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah di kisaran Rp16.800 per dolar AS dan meningkatnya impor ilegal dengan model borongan/kubikasi serta adanya mafia impor yang menyebabkan penumpukan kontainer di pelabuhan.
5. Dampak
Dampak nyata yang dirasakan industri tekstil adalah adanya ketidakstabilan dalam industri ini yang menyebabkan perusahaan terpaksa mengurangi jumlah karyawan untuk menekan biaya operasional. Karena industri tekstil berkontribusi besar terhadap ekspor nasional, maka gejolak di sektor ini dapat mengurangi volume ekspor, yang pada akhirnya mempengaruhi devisa negara.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)