Belum lagi harga bahan bakar avtur yang disebut Alvin Lie berbeda. Untuk penerbangan domestik harga avtur dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 11% dan 0,25% oleh BPH Migas. Sedangkan penerbangan internasional tidak dikenakan sama sekali.
Segala pungutan tersebut, menurut dia, harusnya bisa ditinjau kembali jika pemerintah ingin menurunkan harga tiket pesawat domestik.
"Banyak yang bisa dibenahi jadi lebih efisien, maka saya harap Pak Luhit benar-benar cermat dan konsisten jangan nanti beralih pikiran menambah beban biaya," ujar Alvin Lie.
Ruth Hana sependapat. Biaya retribusi bandara yang selalu naik tiap dua tahun, klaim dia, tidak berbanding lurus dengan pelayanan yang diberikan.
Semisal fasilitas garbarata yang jarang digunakan penumpang ketika pesawat mendarat dan pelayanan bagasi yang disebutnya lambat.
Dia mencontohkan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta yang dinilai menyulitkan.
"Penumpang itu agak malas ke Terminal 3 kalau enggak terpaksa. Karena jalannya jauh banget. Kalau di Hong Kong bandaranya besar, tapi karena semua difasilitasi jadi memudahkan orang untuk bermanuver di bandara," ujar Ruth.
"Di Malaysia dan Singapura, kereta layang bandara ada di dalam bandara. Bukan di luar kayak Soekarno-Hatta, itu yang saya mikir enggak masuk akal."
(Kurniasih Miftakhul Jannah)