JAKARTA - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Peraturan tersebut telah disahkan oleh Presiden Jokowi pada 26 Juli 2024 dan berlaku saat itu juga.
Penolakannya lantaran terdapat pasal pelarangan penjualan produk tembakau, yang dinilai mengancam keberlangsungan usaha pedagang pasar.
Ketua Umum APARSI Suhendro mengatakan, pemberlakuan PP Nomor 28 Tahun 2024 tersebut akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. APARSI meminta tanggung jawab pemerintah atas nasib para pedagang yang terdampak dari aturan larangan penjualan tembakau tersebut.
"Kami menolak keras aturan yang melarang menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain serta larangan menjual rokok secara eceran. Kedua aturan tersebut, menurut kami, masih sangat rancu untuk diberlakukan," kata Suhendro dalam keterangannya, dikutip Minggu (4/8/2024).
Suhendro mengatakan nasib 9 juta pedagang pasar akan terancam lantaran dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau.
Terlebih, Suhendro mengungkapkan pedagang pasar menjadi terbebani karena dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya.
“Jika aturan ini diberlakukan, kami telah menghitung penurunan omzet usaha sebesar 20%-30%, bahkan sampai pada ancaman penutupan usaha karena komoditas ini menjadi penyumbang omzet terbesar bagi teman-teman pedagang pasar,” tegas Suhendro.
Sebelumnya, Para pedagang pasar dan kelontong yang tergabung Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) dan Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI), secara kompak menolak wacana aturan pelarangan penjualan rokok di sekitar sekolah. Mereka memandang larangan tersebut berakibat menghambat pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Selain itu, mereka menyebut omset harian dari penjualan rokok terancam hilang sebesar tujuh juta rupiah.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PPKSI, Hamdan Maulana saat turut menggelar jumpa pers bersama APARSI di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024). Hamdan mengatakan rata-rata pendapatan omset harian pedagang kelontong dan warung berasal dari penjualan rokok.
"60% total rata-rata pendapatan harian pedagang toko kelontong di Indonesia berasal dari perjualan rokok denga kisaran omzet harian sebesar Rp6-7 juta," jelas Hamdan.
Hamdan melanjutkan, aturan yang termaktub dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan itu dapat berakibat diskriminasi pedagang kecil.
"Aturan ini juga akan mendiskriminasi pedagang kecil yang telah memiliki warung yang berdekatan dengan satuan pendidikan maupun tempat bermain anak," katanya.
(Feby Novalius)