JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti membiarkan industri Polietilena Tereftalat (PET) mati.
Hal ini terlihat dari tertahannya rekomendasi anti dumping PET di meja Sri Mulyani yang diajukan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak 7 tahun lalu atau pada Februari 2017. Hingga saat ini permintaan tersebut belum ditindaklanjuti.
"Rekomendasi KADI sudah menyebutkan adanya dumping di perusahaan-perusahaan Korea, Malaysia dan China dengan marjin dumping sebesar 3-26% untuk produk PET," kata Sekretaris Eksekutif APSyFI Farhan Aqil Syauqi, Kamis (15/8/2024).
"Kami juga dapat informasi bahwa 4 periode Menteri Perdagangan juga sudah menyurati bu Sri Mulyani, mulai dari periode pak Enggar hingga pak Zulhas sekarang masih belum adanya kejelasan. Industri PET seperti dibiarkan mati oleh Menteri Keuangan,” tambahnya.
Lebih lanjut Farhan mengungkapkan bahwa kondisi industri PET saat ini tengah dalam keadaan genting. Menurutnya serbuan produk impor membuat industri PET tidak berdaya saing sehingga beberapa industri terpaksa mematikan mesinnya.
"Selama 7 tahun belakangan ini, impor PET luar biasa besarnya. Bahkan konsumsi PET di Indonesia 60-70% dari produk impor. Harganya juga murah-murah. Makanya kita perlu anti dumping PET ini. Diskusi-diskusi mengenai industri PET dengan pemerintah juga sudah kita lakukan, namun memang kita tidak didengar oleh bu Sri Mulyani,” ujar dia.
Farhan juga mengatakan bahwa negara-negara lain sudah menerapkan anti dumping PET ini untuk melindungi industri dalam negerinya seperti Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, dan Uni Eropa.
“Negara-negara lain sudah melindungi industri PET dalam negerinya. Baru-baru ini Malaysia yang tuduh Indonesia dan China melakukan dumping. Kami juga dibantu oleh Kementerian Perdagangan untuk membuktikan kita tidak melakukan dumping. Saya juga tidak paham mengapa pasar kita seperti dibuka begitu saja supaya industrinya tidak bisa tumbuh,” paparnya.