Menurutnya, pemerintah semestinya membereskan masalah ini dulu ketimbang mewajibkan program baru.
“Masih ada perusahaan yang menunggak atau enggak bayar iuran JHT dan JP. Saya kerja hampir empat tahun, gaji sudah naik tiga kali, tapi ternyata yang dilaporkan perusahaan ke BPJS-TK masih UMR terus jadi nilainya segitu-gitu aja,” kata Filani.
Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengingatkan pemerintah untuk “memberi napas” kepada kelas pekerja.
Kebijakan semacam ini, menurut Esther, hanya akan memicu spekulasi bahwa pemerintah berupaya memaksimalkan pemasukan dari masyarakat di tengah ruang fiskal APBN yang tambah sempit.
“Dana pensiun ini jangka panjang jatuh temponya, sehingga masyarakat diminta iuran dulu dan nanti bisa menjadi sumber pembiayaan jangka panjang,” kata Esther.
(Feby Novalius)