Dampak Kelas Menengah Turun Kelas
Merosotnya jumlah kelas menengah di dalam negeri berisiko tinggi terhadap perlambatan konsumsi rumah tangga. Kondisi itu akan mengganggu pertumbuhan makro ekonomi nasional.
Saat ini, kelas menengah di Indonesia turun level menjadi kelas menengah bawah. Padahal, kelompok dalam hierarki sosial ekonomi itu punya peran besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Di saat biaya hidup terus meningkat, mereka kerap terpaksa makan tabungan atau menarik pinjaman online. Setiap kali gajian, Khansa merasa ia justru kian stres.
“Aduh, ini kok cuma segini,” begitu ia biasa membatin.
Khansa, 26 tahun, adalah penulis konten yang berdomisili di Yogyakarta. Gaji bulanannya di sebuah perusahaan media “ngepas” dengan upah minimum di Kota Yogyakarta sebesar Rp2,49 juta. Karena ada sejumlah potongan, termasuk untuk jaminan sosial, gaji bersihnya hanya Rp2,39 juta.
Setiap bulan, ibunya yang bekerja di Hong Kong sebagai pengasuh anak dan lansia juga mengirimkan Rp3,5 juta.
Maka, Khansa total menerima Rp5,89 juta per bulan, yang mesti ia kelola untuk kebutuhan hidup ayah, adik, dan dirinya sendiri di Yogyakarta. Ayahnya kini berusia 60 tahun dan tidak lagi bekerja, sementara adiknya masih berkuliah.
Sebagai perbandingan, rata-rata nilai konsumsi satu rumah tangga di Kota Yogyakarta menyentuh Rp7,02 juta per bulan, merujuk hasil Survei Biaya Hidup 2022 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Pengeluaran bulanan keluarga Khansa ada di bawah rata-rata. Namun tetap saja, ia ngos-ngosan berusaha mencukupi segala keperluan.
Setidaknya Rp1,3 juta habis setiap bulannya untuk kebutuhan makan Khansa beserta adik dan ayahnya.
Sekitar Rp1,25 juta dikeluarkan untuk biaya bensin dan servis sepeda motor, pulsa dan paket internet ponsel, iuran BPJS Kesehatan keluarga, tagihan listrik, dan, tidak lupa, makanan tiga kucing Khansa.
Khansa pun menyisihkan Rp350.000 untuk uang saku adiknya serta Rp1,5 juta untuk uang kuliah tunggal (UKT) sang adik yang mesti dibayar tiap semester.
Di luar itu semua, Khansa menabung Rp1 juta untuk biaya pernikahannya serta Rp200.000 untuk dana darurat dan tabungan pensiun.
Ada pula pos jajan tiap bulan sebesar Rp300.000, yang digunakan misalnya untuk membeli produk kecantikan atau sesekali makan di restoran.
Setelah ditotal, kebutuhan rutin keluarga Khansa mencapai sekitar Rp5,9 juta per bulan, pas dengan jumlah gaji Khansa plus uang kiriman dari ibunya.
Karena itu, bila ada pengeluaran dadakan, misalnya saat ponsel bapaknya atau sepeda motornya rusak, Khansa terpaksa makan tabungan.
“Jadi memang bukannya bertambah, kadang (tabungan) malah makin berkurang karena ada kebutuhan-kebutuhan yang mendadak,” kata Khansa dilansir BBC Indonesia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)