Penyebab Kelas Menengah Turun Kelas
Dari hasil riset LPEM UI, tren penurunan jumlah kelas menengah telah terjadi sejak 2018 sebelum pandemi Covid-19 merebak dan memorak-porandakan ekonomi Indonesia. Ada berbagai faktor pemicu, salah satunya deindustrialisasi prematur.
Ini merujuk penurunan sektor pengolahan atau manufaktur di satu negara sebelum ia bisa menjadi negara maju.Penurun jumlah masyarakat kelas ekonomi menengah itu terjadi lantaran penurunan kinerja sektor manufaktur di tanah air.
Sementara, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, lemahnya industri manufaktur menjadi faktor utama. Hampir sebagian besar kinerja manufaktur pada kuartal ke II/2024 mengalami tekanan, terutama padat karya.
Anjloknya kinerja industri manufaktur di dalam negeri membuat banyak perusahaan di bidang ini melakukan efisiensi dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Deindustrialisasi prematur atau menurunnya porsi industri terhadap PDB juga berimbas ke PHK massal,” ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia.
Kedua, tingginya suku bunga perbankan yang mempengaruhi cicilan rumah, kendaraan bermotor, dan kredit konsumsi lainnya. Saat ini, Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan BI Rate sebesar 6,25%. Ketiga, booming harga komoditas sudah lewat sehingga pekerja di sektor sawit, nikel dan batu bara tidak mengalami kenaikan pendapatan yang signifikan dibanding tahun 2021.
Keempat, kebijakan pajak pemerintah, khususnya penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 11% dinilai ikut berkontribusi terhadap naiknya harga barang di tingkat ritel. Tren ini menunjukkan berkurangnya disposable income per kapita karena berbagai pungutan dan iuran, termasuk pajak yang agresif menyasar kelas menengah.
Kelima, belanja infrastruktur dan investasi kurang berkualitas sehingga serapan kerjanya kecil dibanding nominal uang yang dikeluarkan. Menurutnya, sejauh ini antara beban kenaikan biaya pangan, perumahan, pendidikan, suku bunga dan kesempatan kerja belum sebanding dengan insentif yang diberikan pemerintah ke kelas menengah.
“Bansos (bantuan sosial) yang naik tinggi saat pemilu kemarin juga hanya menyasar kelompok di bawah garis kemiskinan. Sementara insentif pajak yang diberikan saat pandemi kan sudah dicabut seperti PPH 21 karyawan DTP,” ujarnya.
“Kelas menengah bahkan harus menanggung kenaikan tarif PPN 11% yang membuat harga barang ritel naik,” lanjutnya.