JAKARTA - Kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto setidaknya akan berisi 108 orang, terdiri dari 49 nama yang dipanggil ke Kertanegara pada Senin (14/10/2024), dan 59 nama yang dipanggil Prabowo ke lokasi yang sama pada Selasa (15/10/2024).
Mereka akan mengisi jabatan calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan. 108 orang tersebut sudah dipanggil serta diberi pembekalan yang di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Dengan bertambahnya jumlah menteri ini, tentu akan bertambah juga anggaran untuk gaji hingga tunjangannya. Konsekuensinya, belanja kementerian dan lembaga kemungkinan meningkat hingga Rp65,43 triliun pada 2025.
Sementara, dalam anggaran belanja pegawai 2025 menjadi Rp513,2 triliun atau naik 11,3% dari alokasi Rp460 triliun di 2024.
Angka ini sebagian bakal dihabiskan untuk gaji, tunjangan, dan biaya operasional menteri serta wakil menteri. Gaji dan tunjangan menteri memang tidak naik dalam 20 tahun terakhir.
Namun seorang mantan menteri mengatakan biaya operasional bulanannya ketika menjabat bisa mencapai Rp150 juta per bulan dan penggunaannya sering masuk wilayah “abu-abu”.
Berapa gaji menteri dan wakil menteri?
Gaji dan tunjangan menteri dipatok melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.
Aturan lainnya adalah Keputusan Presiden RI Nomor 68 tahun 2001.
Berdasarkan kedua aturan ini gaji pokok seorang menteri, berlaku sampai sekarang sebesar Rp5.040.000 per bulan, sedangkan tunjangan Rp13.608.000 per bulan.
Dengan demikian, total gaji menteri Rp18.648.000 per bulan.
Sementara itu, gaji wakil menteri baru diatur belakangan.
Pada 2015 lalu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.176/MK. 02/2015 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Wakil Menteri.
Merujuk aturan ini, wakil menteri berhak diberikan 85% dari tunjangan jabatan menteri. Jika tunjangan menteri Rp13.608.000, maka jumlah hak uang yang diterima wakil menteri Rp11.566.800 per bulan.
Ini belum termasuk 135% dari tunjangan kinerja pejabat struktural eselon 1-a yang sesuai aturan sebesar Rp5.500.000. Jadi, menurut aturan ini, uang yang diterima wakil menteri setidaknya Rp18.991.800 per bulan.
Menteri dan wakilnya juga berhak atas fasilitas kendaraan dinas, rumah jabatan, dan asuransi kesehatan.
Jika wakil menteri tak punya rumah jabatan, maka ia berhak memperoleh Rp35.000.000 per bulan untuk tunjangan perumahan.
Meskipun gaji para menteri sudah 20 tahun terakhir tidak mengalami kenaikan, tapi mereka punya dana operasional yang nilainya bisa lima kali dari gaji dan tunjangan yang diterima.
Roy Suryo pernah menjabat sebagai menteri pemuda dan olahraga era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama 20 bulan.
Dia mengatakan pagu dana operasional menteri di tiap kementerian berbeda-beda antara Rp100-150 juta per bulan.
"Kalau di Kemenpora itu Rp100 juta per bulan,“ katanya dilansir BBC Indonesia.
Pria kelahiran Yogyakarta ini mengatakan dana operasional menteri (DOM) ini idealnya digunakan menunjang kerja menteri itu, bukan untuk kepentingan keluarga.
Berdasarkan pengalamannya, dana ini digunakan untuk menjamu makan tamu undangan termasuk transportasi lokalnya, membeli BBM, akomodasi peninjauan di lapangan, obat-obatan khusus seperti diabetes hingga uang “kerohiman” korban bencana.
Kata dia, semua pengeluaran ini harus disertai dengan nota dan “sangat-sangat ketat”.
“Dulu setneg (Kementerian Sekretariat Negara) setahu saya galak banget. Makanya sampai kita beli e-Tol, terus masuk tol, ada struknya. Semua dikumpulin,” ungkap Roy Suryo, sambil menambahkan semua pengeluaran tersebut diurus oleh staf rumah tangga.
Berapa estimasi tambahan belanja kabinet 'gemuk' Prabowo-Gibran?
Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin memiliki 34 menteri dan 17 wakil menteri. Tapi sejumlah kalangan memperkirakan jumlah itu akan bertambah di era Prabowo-Gibran.
Setidaknya 108 wajah tokoh muncul dengan senyum lebar dari kediaman Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta Selatan, pada Senin (14/10) dan Selasa (15/10).
Prabowo mengatakan semua tamu undangannya itu telah menyatakan kesediaan menjadi pembantunya dalam kabinet periode 2024-2029.
Jika jumlah menteri bertambah sedikitnya menjadi 40 orang dengan komposisi wakil menteri setengahnya, maka hitungan gaji, tunjangan dan dana operasional akan meningkat sedikitnya Rp10 miliar per tahun. Uang ini cukup membiayai 100 mahasiswa S1 di perguruan tinggi negeri sampai lulus, berdasarkan asumsi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021.
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mengatakan terdapat kenaikan belanja kementerian/lembaga tahun depan sekitar Rp65,43 triliun.
Hal ini berdasarkan proyeksi dari Kementerian Keuangan, yang menyebut belanja kementerian dan lembaga 2025 mencapai Rp1.160,1 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp1.094,66 triliun.
Anggaran tambahan bukan cuma buat gaji, tunjangan dan operasional menteri dan wakilnya, tapi akan digunakan untuk melahirkan kementerian-kementerian baru, kata manajer riset Seknas Fitra, Badiul Hadi.
"Misalnya bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang-bidang yang anggarannya besar itu sangat potensial. Kemudian dia akan diterapkan kebijakan realokasi untuk menutupi kebutuhan pembiayaan kementerian baru,“ katanya.
Imbasnya lainnya, tambah Badiul, potensial terjadi kenaikan pajak, menambah utang negara, sampai mengutak-atik belanja subsidi dan sosial.
"Selama ini kan pemerintah kalau kepentok mencari sumber pembiayaan dari setiap sektor-sektor yang ada, selama ini susah kan. Pemerintah akan menggunakan, misalnya terakhir subsidi BBM itu yang kemudian diutak-atik atas nama apapun,“ kata Badiul.
Kekhawatiran yang sama diungkapkan M Rizal Taufikurahman, kepala pusat makroekonomi dan keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Kata dia, penambahan kementerian hanya akan membuat Prabowo-Gibran "pusing tujuh keliling“ untuk mengatur alokasi anggaran, koordinasi, pengawasan hingga sinkronisasi program kerja antar kementerian.
"Ya akan tarik-tarikan [anggaran] kan pada akhirnya, yang tentu akan berpengaruh terhadap kinerja dari kementerian itu sendiri,“ kata Rizal.
Data APBN 2025
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 menjadi UU APBN 2025 dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta pada Kamis (19/9).
Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp3.005,1 triliun didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun.
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) juga mengalami penyesuaian dari Rp976,8 triliun menjadi Rp1.160,1 triliun di 2025. Sedangkan belanja non-K/L turun dari Rp1.716,4 triliun menjadi Rp1.541,4 triliun.
Sementara, total belanja negara tahun 2025 mencapai sebesar Rp3.621,3 triliun, termasuk sebesar Rp1.541,4 triliun belanja non-K/L pada belanja pemerintah pusat. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp616,2 triliun.
Pembiayaan utang sebesar Rp775,9 triliun dikelola secara prudent dan sustainable dengan pengendalian risiko dalam batas manageable. Pembiayaan investasi tahun 2025 sebesar Rp154,5 triliun, dilaksanakan secara selektif dan intensif, termasuk dalam pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU) dengan tata kelola yang baik agar efisien dan produktif.
Untuk asumsi dasar ekonomi makro APBN Tahun Anggaran 2025, disepakati yakni pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi terkendali sebesar 2,5 persen, nilai tukar rupiah sebesar Rp16.000 per USD, suku bunga SBN 10 tahun sebesar 7,0 persen, Indonesian Crude Oil Price (ICP) sebesar USD82/Barel, dan lifting minyak sebesar 605 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari.
Tingkat kemiskinan diproyeksikan terus turun ke kisaran 7,0-8,0 persen dan tingkat kemiskinan ekstrem terus dijaga pada tingkat 0 persen, tingkat pengangguran terbuka diproyeksikan pada kisaran 4,5-5,0 persen, dan tingkat ketimpangan atau gini ratio turun ke kisaran 0,379-0,382.
(Dani Jumadil Akhir)