Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Jakarta Khusus Yari Yuhariprasetia, mewakili Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus menjelaskan bahwa penerimaan pajak sampai 31 Oktober 2024 tercatat Rp1.072,37 triliun atau 88,87% dari target pajak tahun 2024. Penerimaan perpajakan secara neto sampai dengan periode Oktober 2024 masih mengalami kontraksi sebesar 2,29% (yoy), utamanya disumbang oleh penurunan pada PPh Non Migas sebesar 6,05% (yoy) akibat penurunan PPh Pasal 25/29 Badan, dimana penerimaan dari PPh Non Migas terhimpun sebanyak Rp568,74 triliun atau 80,52% dari target, mengalami penurunan sebesar 6,05% (yoy).
Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencatat penerimaan sebesar Rp434,09 triliun atau 89,41% dari target mengalami kenaikan sebesar 3,27%( yoy), karena membaiknya kinerja PPN Impor dan PPN lainnya. Kontribusi dari PPh Migas sebesar Rp43,47 triliun atau 70,01% dari target, mengalami penurunan sebesar 8,96% (yoy) akibat turunnya pendapatan dari PPh Minyak Bumi dan Gas Alam karena penurunan lifting migas. Sedangkan dari PBB dan Pajak Lainnya penerimaan tercatat sebesar Rp16,07 triliun atau 107,90% dari target mengalami kenaikan sebesar 23,71% (yoy), berasal dari PBB minyak dan gas bumi.
Penurunan signifikan harga komoditas masih menjadi sentra isu yang menggerus pendapatan pajak. Selain PPh Pasal 25/29 Badan dan PPN Dalam Negeri, mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif dengan pertumbuhan tertinggi pada PPh Pasal 21 (21,70%) yang mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat. Tren kontraksi pada PPh Pasal 25/29 Badan masih berlanjut namun menipis, sebagai dampak dari penurunan signifikan harga komoditas seperti batu bara dan CPO, perubahan status kontraktor batubara dari kontrak karya (PKP2B) Generasi I menjadi IUPK.
PPN Dalam Negeri turun 1,25% (yoy) akibat pertumbuhan restitusi pajak yang masih tinggi di sektor-sektor utama yaitu sektor industri pengolahan dan pertambangan, terutama yang berasal dari kompensasi lebih bayar tahun-tahun sebelumnya. Namun kontraksi diperkirakan akan menipis hingga Desember 2024. PPN Impor menunjukkan tren pertumbuhan sejak 5 bulan terakhir, yang mengindikasikan peningkatan aktivitas ekonomi khususnya sektor perdagangan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)