Akan tetapi, Dwi tidak memberikan penjelasan lebih lanjut ketika ditanya mengenai kemungkinan penjual melakukan penyesuaian harga karena bertambahnya beban PPN.
Pernyataan serupa juga diberikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu. Dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Senin, dia menyatakan PPN memang dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan finansial teknologi (fintech), di mana QRIS menjadi salah satunya.
Namun, beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung oleh pedagang, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.
“Dengan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak ada tambahan beban bagi konsumen yang bertransaksi via QRIS,” ujar dia.
Seperti diketahui, besarnya biaya MDR ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dan berlaku sesuai dengan kategori merchant dan nilai transaksi.
Untuk usaha mikro, biaya MDR QRIS yang berlaku sebelumnya adalah sebesar 0,3 persen untuk transaksi di atas Rp100.000, dan 0 persen untuk transaksi di bawah Rp100.000.
Namun, BI menerapkan biaya MDR QRIS 0 persen untuk transaksi hingga Rp500.000 pada merchant usaha mikro yang berlaku mulai 1 Desember 2024.
Untuk usaha kecil, menengah, dan besar, biaya MDR yang berlaku adalah sebesar 0,7 persen. Untuk layanan pendidikan sebesar 0,6 persen serta SPBU, BLU, dan PSO 0,4 persen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta menegaskan tidak ada biaya tambahan bagi konsumen saat melakukan pembayaran melalui QRIS pada merchant.
Jika terdapat merchant yang mengenakan biaya tambahan kepada konsumen, maka segera dilaporkan kepada Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP). Sebagai sanksi, merchant atau pedagang tersebut berpotensi masuk blacklist atau PJP bisa menghentikan kerja sama dengan merchant tersebut.
(Taufik Fajar)