18. Belanda
PDB 2015 : USD1,1 triliun
PDB 2025 : USD1,3 triliun
Pertumbuhan yang Disesuaikan dengan Inflasi : 21%
PDB 2015 : USD925 miliar
PDB 2025 : USD1,1 triliun
Pertumbuhan yang Disesuaikan dengan Inflasi : 23%
PDB 2015 : USD841 miliar
PDB 2025 : USD1 triliun
Pertumbuhan yang Disesuaikan dengan Inflasi : 19%
Bagaimana 20 Negara dengan Ekonomi Teratas Mengalami Pertumbuhan Sejak 2015?
Data peringkat negara ini dilansir berdasarkan perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025 dan menunjukkan pertumbuhan yang disesuaikan dengan inflasi sejak 2015. Angka tahun 2015 diperoleh dengan membalikkan efek pertumbuhan PDB dari tahun sebelumnya. Semua angka dihitung pada tahun 2025.
China, sang juara di tahun 2010 dengan basis yang jauh lebih besar, yaitu $11 triliun, China berhasil meningkatkan PDB kedua terbesar di Asia sekitar 70% dalam 10 tahun terakhir. Pada saat itu, para ekonom memperkirakan bahwa China akan menyalip AS sebagai ekonomi teratas dunia. Namun, perlambatan pandemi dan kemerosotan sektor real estat telah mengubah perkiraan ini.
Sementara itu, pertumbuhan luar biasa India yang mengangkatnya ke peringkat lima teratas, tempat yang sebelumnya diduduki Inggris pada tahun 2015. Menurut Dana Moneter Internasional, India memungkinkan untuk menyalip Jepang dan Jerman pada tahun 2027.
Di Turki, pertumbuhan tetap berjalan meskipun inflasi terus meningkat sejak 2018 dan nilai mata uang lira Turki terus menurun atau melemah terhadap mata uang lainnya. Negara-negara berkembang lainnya, seperti Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang luar biasa.
Brasil, yang berada dalam kelompok 20 besar negara dengan pertumbuhan ekonomi terkuat, menunjukkan kinerja yang paling lemah dibandingkan negara-negara lainnya dalam kelompok tersebut. Setelah disesuaikan dengan inflasi, Brasil hanya mencapai angka satu digit, yaitu 8%, sementara negara-negara lain dalam kelompok tersebut mencatatkan pertumbuhan PDB dua digit.
Sebagai negara yang bergantung pada ekspor komoditas, negara tersebut mengalami dampak signifikan akibat penurunan harga komoditas global pada tahun 2014, dan menyebabkan resesi ekonomi. Meskipun upaya pemulihan telah dilakukan, pandemi COVID-19 memperlambat proses tersebut. Namun, saat ini, aktivitas perdagangan dan investasi telah pulih dan kembali ke tingkat sebelum pandemi.
(Feby Novalius)