“Saya sebagai dari asosiasi kontainer, dari gabungan perusahaan ekspor, dan dari masyarakat Indonesia menyatakan nggak usah lama-lama, 6 bulan aja kasih kesempatan kami swasta untuk mengelolanya itu, dan kami sanggup untuk mengelola itu kan,” paparnya.
Khairul memandang, seyogyanya Pelindo mengikuti standar operasional prosedur (SOP) bongkar muat. Selain itu perusahaan punya perencanaan soal serangkaian proses dalam rantai logistik.
Kegiatan yang melibatkan pemindahan barang dari dan ke kapal, baik melalui kontainer maupun barang curah. Proses ini melibatkan berbagai tahapan, mulai perencanaan, pemindahan barang, penyimpanan sementara, hingga distribusi ke tempat tujuan akhir.
“Ini menyangkut sesuatu keprihatinan dari dunia, khususnya mata dunia kan melihat, kok masalah ini gak selesai dari hari-hari, bulan-bulan, tahun-tahun, itu aja bermasalahnya,” beber dia.
“Ya semuanya kan ada SOP-nya, sekarang kan antara yang masuk dan keluar itu kan semua punya planning, kan punya perencanaan kapal yang akan masuk, kalau udah tau kan itu punya jadwal antrian kan, sekarang kan tinggal percepatan mas, alatnya ada, semuanya ada, sistemnya ada semua,” lanjutnya.
Khairul mengaku, kemacetan parah di kawasan Tanjung Priok memberi kerugian yang berarti bagi pelaku usaha swasta, terutama di sektor ekspor dan impor, karena keterlambatan distribusi sejumlah komoditas.
“Jadi ya sekarang dampaknya kan kepada pelaku usaha, kerugian yang dihadapi pelaku usaha, sekarang siapa dibebankan kepada siapa? Itu kemarin yang terlambat untuk berangkat ekspor, yang juga pengurusan barang-barang yang dikeluarkan dari pelabuhan dan sebagainya,” lanjut dia.
(Taufik Fajar)