JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI), Susilo Widodo menyambut positif adanya peluang tawaran dari Inggris untuk mendukung pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
Menurutnya, semakin banyak negara yang menawarkan teknologi nuklir kepada Indonesia akan memperkaya pilihan dalam mengakselerasi program energi berbasis nuklir nasional.
"Kalau Inggris mau jadi pemain juga, ya itu menambah pilihan kita. Semakin banyak pilihan semakin bagus bagi kita," ujar Susilo saat ditemui di Jakarta, Minggu (27/4/2025).
Susilo menjelaskan, saat ini sudah banyak negara yang menawarkan teknologi nuklir ke Indonesia, seperti Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan Rusia. Ia menilai bahwa negara-negara tersebut, terutama China dan Rusia, telah menunjukkan kemajuan teknologi nuklir yang sangat pesat dan memiliki reputasi kuat dalam membangun PLTN di luar negeri.
"Kalau Inggris, saya malah baru dengar. Reputasi Inggris membangun PLTN di luar, sepertinya belum gegap gempita dibanding Rosatom dari Rusia atau Korea," jelasnya.
Pernyataan tersebut menanggapi informasi bahwa Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo telah bertemu dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair untuk membahas percepatan pembangunan PLTN di Indonesia. Pertemuan tersebut menjadi sinyal adanya peluang kerja sama baru antara Indonesia dan Inggris di sektor energi nuklir.
Terkait hal ini, Susilo menekankan bahwa semua teknologi yang akan digunakan harus memenuhi standar keselamatan internasional. Ia juga mengingatkan bahwa ke depan Indonesia tidak hanya membangun satu atau dua unit PLTN saja, mengingat kebutuhan energi nasional yang sangat besar.
"Kalau melihat angka-angka kebutuhan listrik kita, satu unit PLTN besar itu biasanya 1,5 gigawatt. Kalau PLTN kecil modular bisa 250 megawatt. Ini tergantung kebutuhan dan kondisi jaringan listrik di daerah," paparnya.
Menurut Susilo, PLTN kecil sangat cocok untuk wilayah-wilayah terpencil yang kebutuhan listriknya lebih rendah, mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan tersebar.
Dengan banyaknya pilihan dari negara-negara mitra, Susilo berharap pemerintah dapat memilih teknologi yang paling sesuai dengan kebutuhan nasional dan mempertimbangkan aspek keberlanjutan serta kemandirian teknologi.
(Taufik Fajar)