Saat ini, ia mengaku sedang menjalani tugas langsung di lini pertempuran dalam sengketa Rusia-Ukraina.
Walaupun tidak menjelaskan secara rinci mengenai angka gajinya, beberapa laporan menyebutkan bahwa prajurit kontrak asing yang bergabung dengan tentara Rusia menerima kompensasi yang cukup signifikan.
Dikatakan bahwa para sukarelawan memperoleh pembayaran awal sekitar 1,9 juta rubel atau setara dengan Rp350 juta, dengan penghasilan tahunan yang bisa lebih dari Rp950 juta.
Di samping itu, para tentara asing yang ditempatkan di garis terdepan disebutkan menerima gaji bulanan mencapai puluhan juta rupiah. Beberapa kompensasi tambahan juga diberikan kepada keluarga jika prajurit tersebut mengalami kematian di medan perang.
Besarnya imbalan ini dianggap menjadi faktor pendorong utama bagi beberapa individu untuk turut serta dalam konfrontasi bersenjata ini.
Pihak TNI AL sendiri telah menegaskan bahwa status Satriya sebagai prajurit aktif telah berakhir setelah pemecatan dengan cara yang tidak terhormat. Semua tindakan yang dilakukannya setelah diberhentikan tidak lagi menjadi tanggung jawab instansi militer Indonesia.
Fenomena keikutsertaan mantan prajurit dalam konflik internasional memicu perbincangan mengenai dimensi hukum, moral, serta aspek ekonomi yang mendorong pilihan semacam ini.
Dalam situasi ini, besarnya gaji dan status resmi sebagai anggota militer asing tampaknya menjadi pertimbangan yang cukup kuat bagi seorang mantan anggota tentara nasional untuk kembali berperang, meski tidak di bawah bendera negaranya sendiri.
(Taufik Fajar)