JAKARTA - Kinerja sektor perhotelan di Indonesia menunjukan tekanan berat di kuartal pertama tahun 2025. Berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, sebanyak 96,7% hotel anggota PHRI melaporkan penurunan tingkat hunian.
Beberapa hotel bahkan mencatatkan tingkat okupansi sekitar 40%. Menurut Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, situasi ini bukan penurunan biasa, melainkan sebuah krisis yang membuat banyak pengusaha hotel dan restoran mempertimbangkan untuk melakukan efisiensi.
"Hampir 100% hotel di Jakarta mengalami penurunan okupansi. Ini bukan fenomena biasa, ini krisis. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan,” kaya Sutrisno dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).
Sutrisno menyatakan, sekitar 70% pengusaha hotel mengaku tengah bersiap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika situasi tidak segera membaik. Prediksi PHK mencapai 10-30% dari total karyawan, terutama bagi pekerja kontrak dan harian lepas.
Lebih jauh Sutrisno menyebut penurunan ini terjadi secara menyeluruh di hampir semua segmen pasar, dengan dampak paling signifikan dirasakan di segmen pemerintahan. Sekitar 66,7% pengusaha hotel menyebutkan bahwa kebijakan pengetatan anggaran pemerintah menjadi penyebab utama lesunya okupansi hotel.
"Sebagaimana kita tahu, hotel-hotel itu memang salah satu sumber penting mulai dari hunian kamar, ruang meeting, juga restoran yang berasal dari kegiatan pemerintah,” jelasnya.
Sutrisno mengingatkan bahwa dampak krisis ini tidak hanya dirasakan oleh hotel dan restoran semata, tetapi juga menjalar ke berbagai sektor lain yang terhubung dalam ekosistem pariwisata, termasuk pemasok, UMKM, logistik, hingga pelaku seni dan budaya.
"Kalau bisnis hotel ini terdampak, maka imbasnya luas. Hotel itu punya kaitan dengan para stakeholder dan pemasok, mereka pasti akan terdampak,” tambahnya.
Sutrisno pun mendesak pemerintah untuk bersikap selektif dalam melakukan penghematan anggaran, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Jika ingin dilakukan penghematan tolong selektif ya, dalam artian sekiranya hal-hal yang tidak perlu dikurangi seperti yang menyangkut kehidupan orang banyak, karena ini dapat berdampak luas dan tentu dampaknya ke masyarakat,” tegasnya.
(Taufik Fajar)